WahanaNews.co.id | Sejarah mencatat, Pratiwi Sudarmono, calon astronot perempuan pertama asal Indonesia ini nyaris mencetak rekor dalam misinya bergabung dalam proyek NASA pada tahun 1986, sebagai astronot perempuan pertama dari Indonesia.
Namun, sayang, peluncuran pesawat ulang-alik yang membawa Pratiwi Sudarmono terpaksa dibatalkan.
Baca Juga:
2 Astronaut Terdampar di ISS, NASA Pastikan Mereka Baru Pulang Tahun Depan
Lahir 31 Juli 1952 di Bandung, Pratiwi merupakan anak sulung dari enam bersaudara yang telah memiliki minat mengenai tata surya dan antariksa sedari kecil.
Dikutip dari situs Encyclopedia Jakarta, Kamis (9/12/2021), Pratiwi kecil menyelesaikan pendidikan di SD St Joseph pada tahun 1964, SMP St Angela (1967), dan melanjutkan SMA di SMA Putri Tarakanita Jakarta (1970).
Setelah lulus SMA, Pratiwi Sudarmono melanjutkan pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan lulus pada 1976. Pratiwi Sudarmono pun melanjutkan studi dan penelitiannya di Research Institutefor Microbial Diseases di Osaka University, Jepang.
Baca Juga:
NASA Berhasil Rekam Citra 'Lukisan' van Gogh di Langit Planet Jupiter
Pada tahun itu juga ia mendapat brevet keahlian dalam bidang mikrobiologi klinik. Tak hanya itu, Pratiwi Sudarmono juga menjadi wanita Indonesia pertama yang mendapatkan gelar doktor (PhD) di bidang kedokteran dari Jepang.
Pada tahun 1985, saat pemerintah Indonesia bekerjasama dengan NASA (National Aeronautics and Space Administration), Pratiwi Sudarmono menjadi ilmuwan wakil Indonesia yang terpilih oleh NASA melalui berbagai seleksi yang ketat.
Misi Wahana Antariksa atau Space Shuttle berencana menuju luar angkasa menggunakan pesawat ulang-alik Columbia pada 24 Juni 1986.
Misi tersebut bertujuan untuk membawa tiga satelit komersial, yaitu Skynet 4A, Palapa B3, dan Westar 6S.
Pratiwi menjadi satu-satunya calon astronot perempuan Indonesia dengan ditemani salah satu kandidat astronot Indonesia lain, yaitu Taufik Akbar, seorang insinyur telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Taufik menjadi awak cadangan untuk misi peluncuran STS-61-H di Amerika Serikat.
Namun, sayang, misi tersebut terpaksa dibatalkan karena beberapa bulan sebelum keberangkatan, tepatnya pada tanggal 28 Januari 1986, pesawat ulang alik Challenger yang membawa misi lain, yaitu STS-51-L, meledak di udara.
Hal tersebut yang membuat misi penerbangan Columbia yang melibatkan Pratiwi Sudarmono, yang seharusnya meluncur pada 24 Juni 1986, menjadi batal.
Kendati demikian, dikutip Antara News, Pratiwi berkesempatan menjalani penelitian yang dijalankan di komplek NASA, Amerika Serikat.
Ia juga menjalani pelatihan astronot dan mempelajari struktur luar kendaraan luar angkasa.
Melalui berbagai prestasinya, Pratiwi Sudarmono menerima berbagai penghargaan, salah satunya pada tahun 2019, yaitu penghargaan GE Indonesia Recognition for Inspiring in STEM award.
Kini Pratiwi Sudarmono lebih mengabdikan diri menjadi guru besar/profesor kehormatan ilmu mikrobiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (JP)