WahanaNews.co.id | Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) Jatim, Dwi Cahyono mengatakan rata-rata okupansi hotel selama masa pandemi di Jatim berada di angka 10 persen, Angka okupansi di sejumlah daerah anjlok hingga ke level 6 persen.
Bahkan 15 ribu karyawan terpaksa dirumahkan. kondisi lebih parah terjadi di daerah-daerah pinggiran.
Baca Juga:
Basuki: Penundaan Kenaikan Tarif Tol Akibat Pandemi, Tak Selalu Salah Pemerintah
"Hanya 10 persen, bahkan Kediri itu juga di beberapa daerah lain 6 persen," kata Dwi, di Pendapa Trenggalek usai pelantikan pengurus PHRI setempat, Jumat (17/12/2021).
Menurutnya anjloknya okupansi hotel tersebut menjadi pukulan telak bagi para pengusaha hotel. Kondisi ini membuat sebagian hotel di Jawa Timur bangkrut. Untuk menyelamatkan bisnis tersebut beberapa pemilik memilih untuk menjual hotel ke pihak lain.
"Di Jawa Timur ini ada sekitar 20 persen hotel sudah ganti pemilik," jelas Dwi.
Baca Juga:
Sri Mulyani Sampaikan Perkembangan Perekonomian Indonesia 10 Tahun Terakhir
Tidak hanya itu, anjloknya okupansi hotel juga berakibat pada ribuan pekerja. PHRI Jatim mencatat ada sekitar 15 ribu karyawan perhotelan yang dirumahkan. Bahkan hancurnya bisnis penginapan juga berdampak terhadap UMKM dan ekosistem pendukung hotel.
"Termasuk penyuplai kebutuhan hotel. Kalau dikalkulasi tinggal dilakukan empat saja, berarti sekitar 60 ribu yang terdampak," jelasnya.
Dwi mengaku geliat bisnis perhotelan mulai menunjukkan gairah kembali sejak September 2021. Tingkat okupansi hotel mulai berangsur-angsur mengalami peningkatan. Saat ini okupansi hotel rata-rata berada pada kisaran 52 persen.
"Overall Jawa Timur bisa sekitar 52 sekian persen jadi sudah membaiklah. Tapi ini ada penurunan lagi karena sempat ada rencana pemberlakuan PPKM Level 3, namun akhirnya dibatalkan," jelasnya.
Menurutnya kebijakan pemerintah terkait pembatasan kegiatan masyarakat tersebut cukup terasa bagi bisnis hotel. Terbukti masyarakat yang tadinya antuasias mulai menahan diri dan menunggu kebijakan lanjutan.
"Meskipun rencana itu dibatalkan, tapi memang orang booking jadi menahan. Insyaallah kalau (PPKM) ini dibatalkan,. okupansi bisa membaik lah. Karena tahun baru itu yang ditunggu hotel dan restoran, apalagi setelah puasa hampir dua tahun ini," imbuh Dwi.
Untuk menghadapi momen Natal dan Tahun Baru, pihaknya meminta seluruh anggota PHRI untuk melakukan pengetatan dengan menerapkan CHSE, Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment Sustainability (Kelestarian Lingkungan), serta penerapan protokol kesehatan.
"Kami tidak ingin terulang kembali ada kenaikan COVID-19 setelah ada liburan. Jadi meskipun tidak ada aturan level 3 itu, tetap kami perketat dengan CHSE hingga penerapan aplikasi Pedulilindungi.
Dengan pengetatan dari itu diharapkan, dapat meminimalisir terjadinya penularan virus Corona di lingkungan hotel. "Di seluruh Jawa Timur ini ada sekitar 800 anggota dari bidang perhotelan, mulai bintang 3,4 dan 5," kata Dwi. (JP)