WahanaNews.co.id | Sebuah studi terbaru mengungkapkan ada tsunami berskala besar yang mampu melaju sejauh 10.000 km yang bersumber dari gempa besar, namun tidak terdeteksi.
Tsunami tersebut melanda dan menyebar di Samudera Atlantik utara, Pasifik, dan Hindia, pada Agustus 2021. Disinyalir, tsunami besar itu akibat gempa berkekuatan magnitudo 7,5 yang terdeteksi di dekat Kepulauan South Sandwich.
Baca Juga:
22 Tsunami Gate dan 20 Akselerograf Siap Deteksi Bahaya Megathrust di Banten
Adapun, ini merupakan tsunami pertama yang tercatat sampai ke tiga samudera berbeda sejak terakhir kali pada 2004 silam, yang pusat gempanya di Samudera Hindia.
"Peristiwa ini spesial karena besar dan sunyi. Dalam data yang biasa kami lihat (untuk pemantauan gempa) hampir tidak terlihat," ujar Zhe Jia, seismolog di California Institute of Technology dikutip detikcom dari Space, Senin (14/2/2022).
Studi terkait tsunami besar dari gempa 'gaib' ini telah diterbitkan pada 8 Februari lalu di Journal Geophysical Research Letters.
Baca Juga:
Mitigasi Megathrust: BMKG Apresiasi Daerah yang Siap, Tapi Tantangan Tetap Ada
Dalam studi ini menjelaskan gempa tersebut sebenarnya adalah urutan lima sub-gempa, dipisahkan dalam waktu hanya beberapa menit. Tetapi gempa ini tidak terdeteksi oleh sistem pemantauan pada saat itu.
Hal itu yang membuat ilmuwan bingung terkait asal-muasal gempa yang membuat tsunami hingga sejauh 10.000 km.
Sejauh ini gempa diduga berada 47 km di bawah dasar laut dan lempeng tektonik yang pecah yang melahirkan hampir 400 km panjang retakannya yang menyebabkan gempa besar.
Sebagian besar sistem peringatan gempa dan tsunami cenderung fokus pada pelacakan gelombang seismolog periode pendek hingga menengah, meninggalkan gelombang dengan periode yang lebih lama, yang masih mampu menghasilkan tsunami berpotensi mengancam korban jiwa.
Ilmuwan ingin menetapkan tujuan jangka panjang untuk merancang sistem yang dapat secara otomatis mendeteksi dan memperingati daerah pesisir tentang gempa penyebab tsunami.
"Studi ini adalah contoh yang bagus tentang bagaimana kami dapat memahami peristiwa ini bekerja dan bagaimana kami dapat mendeteksinya lebih cepat sehingga kami dapat memiliki lebih banyak peringatan di masa depan," pungkas Judith Hubbard, Ahli Geologi di Earth Observatory of Singapore. [JP]