WahanaNews.co.id | TikTok baru saja mengumumkan telah menangguhkan live streaming dan konten baru ke layanan videonya. Ini sebagai tanggapan terhadap pemberlakuan undang-undang 'berita palsu' yang baru disahkan di Rusia.
Undang-undang (UU) yang telah disetujui oleh parlemen Rusia pada hari Jumat, mengancam hukuman penjara bagi siapa saja yang mempublikasikan apa yang dianggap Kremlin sebagai informasi palsu tentang invasi negara itu ke Ukraina.
Baca Juga:
Agar Tak Diblokir, ByteDance Harus Jual TikTok Sebelum Trump Dilantik
Mereka yang terbukti bersalah menyebarkan data palsu tentang angkatan bersenjata Rusia akan menghadapi hukuman 15 tahun penjara atau denda 1,5 juta rubel, atau kisaran Rp 201 juta.
TikTok telah memutuskan untuk menangguhkan operasi di Rusia untuk menjaga keselamatan karyawan dan pengguna yang mungkin menggunakan aplikasi untuk menyediakan sumber bantuan dan koneksi selama masa perang.
"Mengingat undang-undang 'berita palsu' baru Rusia, kami tidak punya pilihan selain menangguhkan live stremaing dan konten baru ke layanan video kami sementara kami meninjau implikasi keamanan dari undang-undang ini," ujar TikTok di akun Twitternya.
Baca Juga:
Soal Rencana Blokir TikTok di AS, Presiden Biden Serahkan ke Trump
"Kami akan terus mengevaluasi keadaan yang berkembang di Rusia untuk menentukan kapan kami dapat melanjutkan layanan kami sepenuhnya dengan keselamatan sebagai prioritas utama kami," lanjutnya.
Kremlin menggambarkan tindakannya di Ukraina sebagai "operasi militer khusus" dan "misi penjaga perdamaian", sehingga deskripsi apa pun yang bertentangan bisa berbahaya.
Undang-undang baru ini, serta keputusan Rusia untuk memblokir Facebook serta Twitter, menunjukkan dorongan pemerintah untuk menahan setiap narasi yang bertentangan dengan pernyataan resmi Kremlin atau mengungkap peran militer negara itu dalam memicu krisis kemanusiaan.
Belakangan Pemerintah Vladimir Putin harus menghadapi protes anti-perang dari rakyat di Rusia sendiri. Hampir 4.000 orang ditahan pada hari Minggu di 53 kota. Di Moskow saja, jumlahnya mencapai 1.400.
TikTokers telah mendokumentasikan protes dan tindakan lain di lapangan, seperti bagaimana sanksi ekonomi memengaruhi warga Rusia sehari-hari. Tentunya diblokirnya TikTok membuat saluran makin sedikit lagi untuk mereka bersuara ke seluruh dunia.
Untuk diketahui ini bukan pertama kalinya orang Rusia menggunakan TikTok sebagai medan pertempuran politik .
Setahun yang lalu, orang-orang muda mulai menggunakan aplikasi untuk membuat video untuk mendukung kebebasan berbicara dan untuk menentang perlakuan pemerintah terhadap politisi dan aktivis anti-otoriter, anti-Putin, anti-korupsi Alexei Navalny.
Menanggapi penangguhan TikTok, beberapa TikToker yang telah memposting informasi tersebut mengeluhkan kemampuan tidak bisa menjangkau audiens baru dan membagikan cerita mereka. Sebagai penggantinya mereka akan menggunakan Instagram dan YouTube, dan berharap kedua platfom tersebut tidak memblokir konten berbahasa Rusia. [JP]