WahanaNews.co.id | Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menuding tentara Rusia telah melakukan penyiksaan dan penculikan di wilayah Ukraina bagian selatan.
Zelensky juga menuduh pasukan Rusia telah melakukan 'teror yang disengaja' di negaranya dan menyerukan dunia untuk meresponsnya.
Baca Juga:
Negara-negara Barat Disebut Akan Kirim 321 Tank ke Ukraina
Dilansir detikcom dan Associated Press, Senin (18/4/2022), tuduhan terbaru untuk Rusia ini disampaikan Zelensky dalam pidatonya untuk rakyat Ukraina pada Minggu (17/4) malam waktu setempat.
"Kamar-kamar penyiksaan dibangun di sana," ucap Zelensky dalam tuduhannya, merujuk pada wilayah Ukraina bagian selatan.
"Mereka menculik perwakilan pemerintah daerah dan siapa saja yang dianggap menonjol oleh masyarakat lokal," imbuhnya.
Baca Juga:
Putin Sebut Barat Ingin Pecah Belah Rusia
Belum ada tanggapan resmi dari Rusia terkait tuduhan ini.
Disebutkan juga oleh Zelensky bahwa bantuan kemanusiaan telah dicuri, yang memicu kelaparan. Dia tidak menjelaskan lebih lanjut di area mana pencurian terjadi.
Di bagian-bagian wilayah Kherson dan Zaporizhzhia yang diduduki, menurut Zelensky, pasukan Rusia membentuk wilayah-wilayah separatis dan memberlakukan mata uang Rusia, Rubel.
Zelensky juga menuturkan bahwa gempuran Rusia yang meningkat di Kharkiv, kota terbesar kedua di Ukraina, telah menewaskan 18 orang dan melukai 106 orang lainnya selama empat hari terakhir.
"Ini tidak lain adalah teror yang disengaja. Mortir, artileri terhadap lingkungan permukiman biasa, terhadap warga sipil biasa," sebutnya.
Lebih lanjut, Zelensky menyebut serangan yang direncanakan Rusia terhadap wilayah Ukraina bagian timur 'akan dimulai dalam waktu dekat'.
Dalam pidatonya, Zelensky juga menyerukan peningkatan sanksi terhadap Rusia, termasuk untuk seluruh sektor perbankan dan industri minyak.
"Semua orang di Eropa dan Amerika sudah melihat Rusia terang-terangan menggunakan energi untuk mengacaukan masyarakat Barat. Semua ini membutuhkan kecepatan lebih besar dari negara-negara Barat dalam mempersiapkan paket sanksi baru yang kuat," pungkasnya. [JP]