WahanaNews.co.id | Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo meminta Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS tidak menjelek-jelekkan pemerintah. Hal tersebut bukan hanya berlaku bagi PNS atau Pejabat Pimpinan Tinggi (PPT) saja, tetapi juga berlaku bagi keluarga dan pasangannya.
Dia mengatakan, apapun yang dilakukan PNS di media sosial akan terdeteksi karena adanya rekam jejak digital. Termasuk saat memberikan komentar buruk terhadap pemerintah. Oleh sebab itu, ASN atau PNS diminta untuk ekstra berhati-hati saat menggunakan media sosial.
Baca Juga:
Bawaslu Barito Selatan Gelar Media Gathering untuk Sinergitas Pilkada 2024
"Jangan berkomentar menjelek-jelekkan pemerintah atau anti-pemerintah, maupun mengikuti dan berkomunikasi dengan kelompok radikalisme dan terorisme. Ingat, ada jejak digital. ASN harus tegak lurus terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan pemerintah," kata Tjahjo melansir detikcom, Selasa (7/12/2021).
Selain itu, ASN juga harus menjauhi segala hal yang berhubungan dengan isu radikalisme dan terorisme. Menurutnya, itu merupakan prinsip yang tidak bisa dilanggar.
"Prinsipnya adalah ASN tidak boleh berkaitan dengan radikalisme dan terorisme. Terlebih untuk calon pejabat pimpinan tinggi (PPT) madya. Walaupun sudah memenuhi kriteria, jika memiliki indikasi terpapar radikalisme dan terorisme, mohon maaf tidak bisa," tegasnya.
Baca Juga:
Bawaslu Telusuri Dugaan Pelanggaran Pemilu oleh ASN Pemkot Bengkulu
Dia mengatakan, indikasi terpapar radikalisme dan terorisme juga dapat diketahui melalui jejak digital. Terlebih, pemerintah memiliki akses jejak digital terhadap para PPT (Pejabat Pimpinan Tinggi) sehingga jejak digital yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme dapat dengan mudah terdeteksi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan untuk mewujudkan birokrasi pemerintah yang bebas dari paham radikalisme. Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah melalui Kementerian PANRB dan instansi lain telah mengeluarkan berbagai kebijakan agar ASN dapat terhindar dari paham radikalisme dan terorisme.
Pada 2019, sebanyak sebelas kementerian dan lembaga mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan. Adapun kesebelas instansi pemerintah tersebut adalah Kementerian PANRB, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan Komisi ASN.
Sebagai bentuk pengawasan terhadap ASN oleh masyarakat, ASN yang dicurigai dan terindikasi terpapar paham radikalisme dan terorisme dapat diadukan oleh masyarakat melalui portal aduanasn.id dengan bukti. Kemudian, pada 2020 Kementerian PANRB telah meluncurkan aplikasi ASN No Radikal, sebagai portal tindak lanjut dari Portal Aduan ASN. Aplikasi ini ditujukan untuk penyelesaian kasus ASN yang terpapar radikalisme oleh Pejabat Pembuat Keputusan (PPK) secara elektronik.
Pada tahun 2021, Kementerian PANRB dan BKN juga mengeluarkan SE Bersama tentang Larangan bagi ASN untuk Berafiliasi dengan dan/atau Mendukung Organisasi Terlarang dan/atau Organisasi Kemasyarakatan yang Dicabut Status Badan Hukumnya. Dalam SE dijelaskan ketentuan mengenai langkah-langkah pelarangan, pencegahan, penindakan, serta dasar hukum penjatuhan hukuman disiplin bagi ASN yang terlibat dalam paham radikalisme. (JP)