WahanaNews.co.id | Kadipaten Mangkunegaran di Surakarta, Jawa Tengah, hingga saat ini belum memiliki Adipati.
Kursi penguasa Pura Mangkunegaran kosong sejak Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunagoro IX wafat pada 13 Agustus 2021 lalu.
Baca Juga:
Istana Pura Mangkunegaran Jadi Cagar Budaya Pertama Gunakan Listrik EBT
Setelah acara Pangetan 100 Dinten Surud-Dalem Sampeyan-Dalem Ingkang Jumeneng KGPAA Mangkunagoro IX (peringatan 100 hari wafatnya Mangkunagoro IX), belum ada satu orang pun yang ditetapkan sebagai Adipati Pura Mangkunegaran.
Pemerhati sejarah, Raden Surojo, mengatakan, pola penetapan Adipati di Pura Mangkunegaran bersifat situasional.
Dia menyebut, garis keturunan dari permaisuri bukan landasan utama untuk menentapkan pengganti KHPAA Mangkunagoro IX.
Baca Juga:
Mengenal Basahan, Baju Adat Solo yang Dikenakan Kaesang di 'Ngunduh Mantu'
Surojo menilai, penetapan Adipati di Mangkunegaran mulai berpijak pada realita yang dihadapi.
"Pola situasional telah diterapkan oleh pihak Pura sejak menentukan suksesi Mangkunagoro II," ujarnya, dalam diskusi publik bertema Menyoal Suksesi di Pura Mangkunegaran: Wahyu Keprabon untuk Siapa di Solo, Jumat (27/11/2021) lalu.
Suroto menyebut, penetapan dengan pola kondisional sangat mencolok saat suksesi dari Mangkunagoro V kepada Mangkunagoro VI.
Penetapan Adipati Mangkunegaran saat itu didasarkan pada kualitas jiwa entrepreneur dan militer.
"Mangkunagoro VI dilantik tatkala Pura Mangkunegaran mengalami krisis ekonomi. Dia dipilih karena memiliki jiwa entrepreneur dan militer yang kuat," tegasnya.
Oleh karena itu, Surojo mengingatkan, Mangkunegaran mampu memilih Adipati dengan menitikberatkan pada kondisi penyelamatan perekonomian dan kerumahtanggaan Pura.
"Diperlukan sosok pemimpin seperti Mangkunagoro VI, bisa (atau) tidak?" katanya.
Sejauh ini, ada tiga nama yang muncul sebagai kandidat adipati Mangkunegaran.
Dua kandidat merupakan putra KGPAA Mangkunegara IX, yakni GPH Paundrakarna Jiwa Suryanegara dan GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo.
Adapun satu kandidat lagi ialah KRMH Roy Rahajasa Yamin, cucu Mangkunegara VIII.
Pada diskusi yang sama, pemerhati budaya, Andrik Purwasito, meyakini, pemimpin Mangkunegaran selanjutnya adalah sosok yang menerima wahyukeprabon (keprabuan).
Guru besar ilmu komunikasi lintas budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) itu menjelaskan, wahyu keprabon dalam kepercayaan masyarakat Jawa merupakan sebuah takdir atau ketetapan dari Tuhan.
"Raja itu nanti akan memiliki kekuasaan secara mutlak. Jadi, wahyu keprabon itu tidak mungkin memilih orang yang sembarangan," katanya. (JP)