WahanaNews.co.id | Magawa, seekor tikus kantung raksasa Afrika yang pernah dianugerahi medali emas untuk kontribusinya dalam mendeteksi ranjau darat, telah mati pada usia delapan tahun.
Sepanjang kariernya selama lima tahun, binatang pengerat itu berhasil mengendus lebih dari 100 ranjau darat dan bahan peledak lain di Kamboja.
Baca Juga:
Donald Trump Mulai Umumkan Nominasi Anggota Kabinet, Ini Daftarnya
Badan amal kedokteran hewan Inggris, PDSA, memberinya Medali Emas untuk "pengabdiannya dalam bertugas yang menyelamatkan hidup orang di lokasi pembersihan ranjau darat yang mematikan di Kamboja".
Lembaga amal Apopo dari Belgia, yang melatih Magawa agar bisa mendeteksi ranjau darat, mengungkap bahwa tikus tersebut telah "berpulang dalam damai" pada akhir pekan lalu.
Magawa, lanjut lembaga amal tersebut, sebelumnya dalam kondisi sehat dan "menghabiskan pekan lalu dengan bermain secara antusias".
Baca Juga:
Trump Buat Kejutan! Tunjuk Pembawa Acara TV Jadi Menteri Pertahanan AS
Namun, pada akhir pekan "dia mulai melambat, lebih banyak tidur, dan kurang selera makan selama hari-hari terakhirnya".
Jumlah ranjau darat di negara Asia Tenggara itu diperkirakan mencapai enam juta unit.
Medali Emas PDSA bertuliskan "Untuk keberanian binatang atau pengabdian pada tugas". Dari 30 hewan penerima penghargaan, Magawa merupakan tikus pertama.
Hewan pengerat itu dilatih oleh lembaga amal Apopo yang telah memelihara hewan-hewan - yang dikenal sebagai HeroRATs - untuk mendeteksi ranjau darat dan tuberkulosis sejak tahun 1990-an.
Hewan-hewan tersebut disertifikasi setelah satu tahun pelatihan.
"Mendapatkan medali ini benar-benar suatu kehormatan bagi kami," kata kepala eksekutif Apopo Christophe Cox kepada kantor berita Press Association. "Penghargaan ini juga berarti bagi orang-orang di Kamboja, dan semua orang di seluruh dunia yang menderita akibat ranjau darat."
Menurut Apopo, Magawa - lahir dan besar di Tanzania - beratnya 1.2kg dengan panjang 70cm.
Meskipun ukurannya jauh lebih besar dari banyak spesies tikus lainnya, Magawa masih cukup kecil dan cukup ringan sehingga dia tidak meledakkan ranjau jika dia berjalan di atasnya.
Tikus-tikus itu dilatih untuk mendeteksi senyawa kimia di dalam bahan peledak, yang berarti mereka mengabaikan besi tua dan dapat mencari ranjau lebih cepat.
Begitu hewan-hewan itu menemukan bahan peledak, mereka menggaruk bagian atas untuk kemudian memberi tahu rekan kerjanya, yaitu manusia.
Magawa mampu memeriksa lapangan seukuran lapangan tenis hanya dalam 20 menit - sementara seorang manusia dengan detektor baru bisa menyelesaikan pekerjaan itu dalam waktu satu hingga empat hari, kata Apopo.
Magawa hanya bekerja setengah jam sehari di pagi hari dan mendekati usia pensiun, tetapi direktur jenderal PDSA Jan McLoughlin mengatakan pekerjaannya dengan Apopo "benar-benar unik dan luar biasa".
"Pekerjaan Magawa secara langsung menyelamatkan dan mengubah kehidupan laki-laki, perempuan dan anak-anak yang terkena dampak ranjau darat ini," katanya kepada Press Association, seperti dilansir detikcom
Banyak ranjau darat yang ditanam selama perang saudara di negara itu pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Pada Januari 2020, Presiden AS Donald Trump mencabut pembatasan penggunaan ranjau darat AS, mengubah larangan yang diterapkan Presiden Barack Obama pada 2014. [JP]