WahanaNews.co.id | Direktur Space Science and Technology Centre, Curtin University Professor Phil Bland seperti dilansir detikcom mengatakan, bumi merupakan planet yang kaya air jika dibandingkan dengan planet penuh batu di sistem tata surya. Sebab, lautan menutupi lebih dari 70 persen permukaan Bumi.
"Peneliti selama ini bingung dari mana asal air ini," kata Bland.
Baca Juga:
Pisah Sambut Kajari Samosir: Estafet Kepemimpinan di Bumi Ulos
Sebagai perbandingan, deposit air di Mars saja berupa es bawah tanah yang tidak bisa bertahan di permukaan air. Jika muncul ke permukaan, air di Mars langsung menguap terkena paparan atmosfer.
Rupanya, angin matahari terdiri dari partikel surya yang sebagian besar terbuat dari ion hidrogen. Ion-ion ini membentuk air di permukaan butiran debu asteroid yang menabrak Bumi. Hasil penelitian Luke Daly dkk. berjudul Solar Wind Contributions to Earth's Oceans ini diterbitkan di jurnal Nature Astronomy pada 29 November 2021.
Luke Daly, peneliti dari School of Geographical and Earth Sciences, University of Glasgow mengatakan, temuan ia dan tim juga bisa membantu suplai air astronot di ruang angkasa tanpa perlu repot-repot membawa air dari Bumi. Berikut serba-serbi temuan asal-usul air di Bumi dan potensi pemanfaatannya.
Baca Juga:
Pesawat Antariksa China dalam Perjalanan Pulang ke Bumi, Bawa Sampel Sisi Jauh Bulan
4 Fakta Penelitian Asal-usul Air di Bumi
Sumber Air Tambahan
Bland menjelaskan, teori saat ini mendapati air dibawa ke bumi pada tahap akhir pembentukannya oleh asteroid tipe-C. Namun, pengujian sebelumnya dari "sidik jari" isotop asteroid tersebut mendapati bahwa sidik jari tersebut tidak cocok dengan air yang ditemukan di Bumi. Sebagai informasi, isotop adalah unsur dengan nomor atom sama, namun nomor massa berbeda.
"Ini artinya, ada satu sumber air Bumi lagi yang belum ditemukan," kata Bland.
"Penelitian kami menyimpulkan, angin matahari menciptakan air di permukaan butiran debu kecil. Air yang isotopnya lebih ringan itulah yang kemungkinan melengkapi sumber air lain di Bumi," imbuhnya.
Sampel Butiran Mineral dari Asteroid
Bland menjelaskan, ia dan dan tim peneliti mendapat temuan tersebut dari analisis terhadap butiran mineral olivine dari Itokawa. Itokawa merupakan asteroid tipe S yang berada di dekat Bumi. Sampel butiran terebut dikumpulkan oleh pesawat ruang angkasa Hayabusa JAXA yang kembali ke Bumi pada 2010.
Mengeker Partikel Debu
Sampel butiran mineral dari asteroid Itokawa tersebut lalu diteliti menggunakan menggunakan atom probe tomography (APT). Teknik mikro dan nano-karakterisasi ini dapat digunakan untuk memvisualisasi dan mengetahui struktur mikro bahan pada tingkat atom.
"Sistem atom probe tomography kelas dunia inilah yang memungkinkan kami melihat dengan sangat detail apa isi butiran debu Itokawa di kedalaman 50 nm dan permukaannya. Butiran ini rupanya mengandung cukup air, yang jika diskalakan, setara dengan 20 liter per meter kubik batu," kata Bland.
Peneliti dari Department of Earth, Atmospheric, and Planetary Sciences, Purdue University Professor Michelle Thompson mengatakan, pengukuran tersebut tidak akan mungkin tanpa bantuan teknologi canggih tersebut.
"Teknologi ini memberikan pengetahuan yang luar biasa tentang betapa partikel debu halus yang mengambang di ruang angkasa bisa membantu kami menyeimbangkan ilmu tentang komposisi isotop di air Bumi, serta memberi kami petunjuk baru yang membantu pemecahan misteri asal-usul air," kata Thompson.
Menyulap Air dari Debu untuk Astronot
Peneliti Luke Daly mengatakan, temuan ini tidak hanya memberikan pengetahuan luar biasa mengenai asal-usul air di Bumi, tetapi juga membantu misi ruang angkasa di masa depan.
"Bagaimana astronot bisa punya persediaan air yang cukup, tanpa membawa persediaan (dari Bumi), adalah salah satu kendala untuk eksplorasi ruang angkasa mendatang," kata Daly.
"Nah, penelitian kami mendapati bahwa proses pelapukan di ruang angkasa yang memunculkan air di asteroid Itokawa juga bisa terjadi di planet-planet lain yang lebih sedikit udara. Ini artinya, astronot mungkin akan bisa membuat suplai air dari debu permukaan planet, juga bulan," kata Daly. (JP)