WahanaNews.co.id | Jika putra mendiang diktator Filipina, Ferdinand Marcos, memenangkan pemilihan umum kepresidenan pada 9 Mei nanti, dia tidak akan menjadi satu-satunya anggota keluarga Marcos yang berkuasa, bukan pula yang terakhir.
Sederet keluarga elit sudah memerintah Filipina secara turun-temurun, bahkan sejak sebelum kemerdekaan. Mereka memegang dan mewariskan jabatan penting lintas generasi dengan memanipulasi suara, tak jarang dengan tindak kekerasan.
Baca Juga:
Peran Anwar Usman di Sengketa Pilkada 2024 Masih Dipertimbangkan MK
Analis mengatakan sistem pemerintahan kini lebih rentan terhadap pengaruh dinasti politik, dibandingkan saat Marcos digulingkan sekitar tiga dekade silam.
"Kekuasaan menyedot kekuasaan. Semakin lama mereka berkuasa, semakin besar kekuasaan yang mereka kumpulkan," kata Julio Teehankee, Guru Besar Tata Negara di De La Salle University, Manila.
Sejak masih berada di bawah kolonialisme Amerika Serikat pada paruh pertama abad ke-20, Filipina mencatatkan sekitar 319 keluarga elit yang memegang kuasa silih berganti, kata Teehankee. Belasan sudah punah. Namun pada 2019, setidaknya 234 dinasti politik memenangkan jabatan publik melalui pemilihan umum.
Baca Juga:
Jokowi Berikan Apresiasi kepada KPU atas Kerja Keras Sukseskan Penyelenggaraan Pilpres dan Pileg Tahun 2024
Gurita kekuasaan Marcos
Tidak bisa dipungkiri, Marcos merupakan dinasti politik terkuat di Filipina, di samping keluarga Duterte yang diwakilkan oleh putri tertuanya, Sara, sebagai calon wakil presiden mendampingi Marcos Jr.
Setelah Ferdinand Marcos meninggal dunia di pengasingan pada 1989, keluarganya kembali ke provinsi Ilocos Norte yang merupakan basis pendukung sang diktator. Di sana, mereka perlahan menjalarkan pengaruh dengan menguasai jabatan publik.
Ketika Marcos Jr. berkampanye demi merebut Istana Malacanang, keluarganya berniat menyapu habis semua jabatan penting di Ilocos Norte. Putra tertua Marcos Jr. dikabarkan mengincar jatah terakhir kursi Kongres di provinsi tersebut.
Adapun sepupunya sudah menguasai satu-satunya jatah yang tersisa. Keponakan Marcos, putra dari kakak perempuannya Imee yang sendirinya adalah Senator, sedang berkampanye untuk masa jabatan kedua gubernur Ilocos Norte.
Sepupu Ferdinand, Michael Marcos Keon, yang berusaha terpilih kembali sebagai gubernur di Provinsi Laoag, mengakui betapa pencapaian politiknya banyak dipengaruhi "oleh dinasti," kata dia. "Saya tidak akan berada dalam posisi ini jika saya bukan seorang Marcos."
Negeri para dinasti
Provinsi serupa Ilocos Norte yang menjadi basis dukungan keluarga Marcos tersebar di seluruh negeri dan "tipikal" bagi politik Flipina, kata Ronald Mendoza, Dekan Ateneo School of Government.
Setidaknya 80 persen jabatan gubernur saat ini dikuasai "dinasti-dinasti gendut" yang memiliki dua atau lebih anggotanya di pemerintahan. Pada 2004, jumlahnya baru sebesar 57 persen, kata Mendoza.
Menurut risetnya, sebanyak 67 persen anggota parlemen berasal dari dinasti politik, dibandingkan dengan 48 persen pada 2004.
Mendoza mengatakan tingkat kemiskinan yang tinggi menjadi lahan subur bagi gurita kekuasaan dinasti politik. Fenomena ini terutama marak disimak di luar pulau Luzon, di mana "pengawasan" terhadap pemerintah cenderung lemah.
Meski dinasti politik bukan fenomena baru, analis meyakini jumlahnya termasuk yang paling tinggi di Filipina. Adapun upaya membatasi pengaruh keluarga melalui legislasi selama ini tidak ditanggapi serius.
"Anda tidak bisa berharap pada sebuah lembaga yang dipenuhi anggota dinasti politik untuk meloloskan legislasi anti-dinasti," ujar Teehankee.
Meski mengakui dampak negatif kekuasaan dinasti politik terhadap demokrasi, Michael Keon, sepupu Marcos Jr. yang menguasai Provinsi Laoag, meyakini situasinya tidak akan berubah.
"Begitulah politik di sini," katanya kepada AFP, seperti dilansir detikcom, "keluarga adalah yang paling penting." [JP]