WahanaNews.co.id | Sebuah desa yang tenggelam selama 30 tahun, namun muncul lagi ke permukaan. Melansir detikcom, desa yang tenggelam itu adalah Desa Acedero. Lokasinya di perbatasan Spanyol dan Portugal. Dulu penduduknya berjumlah sekitar 120 orang.
Karena air surut, bekas rumah, sisa-sisa lahan pertanian dan lumbung milik penduduk Aceredo tampak kembali. Selain itu, ditemukan bekas jalan besar dan jalan setapak, kendaraan tua dan barang-barang pribadi lainnya yang telah berkarat berserakan di antara reruntuhan.
Baca Juga:
Polres Asahan Apel Gelar Pasukan Operasi Ketupat Toba 2024
Benda-benda lain juga ditemukan, seperti botol kaca dan hiasan rumah. Barang-barang ini bahkan masih berada di atas meja atau rak, seperti saat sebelum ditinggalkan pemiliknya.
Munculnya Desa Aceredo ke permukaan akibat air surut sekaligus membuka tragedi di tahun 1992. Desa Aceredo cuma satu di antara 70-an desa lain yang ditenggelamkan.
Ya, Aceredo dan 70-an desa di perbatasan Spanyol dan Portugal sengaja ditenggelamkan pada tahun 1992. Caranya, pintu air di bendungan Lindoso sebagai pembangkit listrik tenaga air ditutup. Sungai Limea yang berada dekat wilayah itu pun membanjiri tanah dan bangunan di sekitarnya.
Baca Juga:
Antisipasi Kecanduan Gadget di Kalangan Pelajar, Babinsa Turun ke Sekolah
Tragedi Aceredo dimulai ketika kesepakatan dicapai pada tahun 1968 antara kepala negara dari Spanyol dan Portugal, Francisco Franco dan António de Oliveira Salazar Salazar, untuk menggunakan sungai perbatasan membangun bendungan Lindoso. Bendungan itu dipakai bersama-sama.
Rupanya, ada konsekuensi pahit dari pembangunan bendungan itu. Tanah warga di sekitar sungai digusur.
Untuk menyingkirkan penduduk desa setempat, perusahaan pembangkit listrik tenaga air Portugis EDP mulai bernegosiasi. Pada awalnya, mayoritas masyarakat yang tinggal di Aceredo tidak berminat meninggalkan rumah mereka. Beberapa warga lain menyetujui melihat kompensasi yang didapatkan.
Negosiasi alot itu diklaim mampu membebaskan tanah 51 persen penduduk kawasan itu. Sisanya, diambil alih secara paksa. Warga yang menolak melakukan berbagai upaya, mulai dari demonstrasi, mogok makan, hingga konfrontasi dengan polisi.
Selain Aceredo, empat desa lainnya, O Bao, Buscalque, A Reloeira, dan Lantemil, juga tenggelam ketika bendungan ditutup. Warga pun pergi.
Penduduk di desa lain yang berada di dataran lebih tinggi memiliki lebih banyak waktu untuk bersiap menghadapi air yang membanjiri wilayahnya. Mereka sempat membongkar gereja mereka, bata demi bata untuk membangunnya kembali di tempat baru. Bahkan, ada yang sempat menggali makam sanak saudara mereka untuk ikut pindah. (JP)