WahanaNews.co.id | Negara-negara Uni Eropa mulai waswas terkait kebijakan Rusia yang meminta importir minyak dan gas membayar dengan Rubel.
Mereka khawatir aturan itu membuat pasokan gas terhambat, apalagi ada sanksi bagi yang memberi kemudahan pada Rusia.
Baca Juga:
Kemendag Ajak Eksportir Melek Kebijakan Karbon di Negara Tujuan Ekspor
Para menteri energi Uni Eropa pun menggelar pertemuan khusus. Mereka membahas kebijakan Rusia yang mewajibkan transaksi jual beli gas pakai Rubel serta penghentian pasokan gas ke beberapa negara Uni Eropa
Seperti diketahui bersama, Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa menjatuhkan sanksi berat buat Rusia gara-gara invasi ke Ukraina.
Melansir Reuters (2/5/2022), Rusia telah lebih dulu menghentikan pasokan gas ke Bulgaria dan Polandia. Penyebabnya adalah negara tersebut menolak aturan pembayaran dengan Rubel.
Baca Juga:
Uni Eropa Berlakukan Tarif Tinggi Mobil Listrik Buatan China
Bulan ini ada sederet perusahaan Eropa yang masuk jatuh tempo pembayaran gas dari Rusia. Sebelumnya pemerintah Rusia menegaskan importir gas dari negara lain harus menyetorkan euro atau dolar AS ke rekening di bank swasta Rusia Gazprombank.
Nah selanjutnya euro atau dolar AS akan dikonversi menjadi Rubel baru bisa dilakukan transaksi. Namun, Komisi Eropa menganggap skema yang dikeluarkan oleh Rusia itu bisa melanggar sanksi Uni Eropa.
Memang tujuan pemerintah Rusia mengeluarkan aturan pembayaran menggunakan Rubel adalah untuk membantu melindungi ekonominya dari dampak sanksi sementara yang diberlakukan oleh negara-negara Uni Eropa.
Sejak penyerangan Rusia ke Ukraina pada 24 Februari lalu, negara-negara Uni Eropa ini harus membayar lebih dari US$ 47,43 miliar ke Rusia untuk pembayaran minyak dan gas. Saat ini Rusia memasok sekitar 40% gas dan 26% minyak untuk Uni Eropa. [JP]