WahanaNews.co.id | Kementerian BUMN terus melakukan efisiensi dan konsolidasi BUMN, terutama terkait dengan anak dan cucu perusahaan BUMN. Sampai dengan saat ini, 74 anak dan cucu perusahaan BUMN telah ditutup oleh Kementerian BUMN.
Dalam konferensi pers yang berlangsung di Kementerian BUMN, Rabu (1/12), Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan, efisiensi di perusahaan-perusahaan milik BUMN tersebut dilakukan untuk menciptakan holding-holding BUMN yang kuat dalam menghadapi persaingan pasar.
Baca Juga:
5 Tahun Kepemimpinan Erick Thohir: Ekonomi Jakarta Tumbuh, Konsumsi Listrik Naik 26,5%
“Karena terlalu banyak shell-shell company yang tidak efisien dan tidak efektif, buat apa kita punya. Kadang seperti ini, holdingnya sehat tapi ada anak-cucu yang menyedot keuntungan dari holdingnya, nah ini yang harus kita bongkar, kita stop dan kurangi. Karena apa? Kita ingin membuat holding-holding yang kuat dalam menghadapi persaingan pasar karena yang kita lihat sekarang ini, supply change sedang terdistrupsi, container kesulitan, harga bahan pupuk naik, sekarang kan kita harus lebih efisien agar bisa bersaing,” ujar Erick, melansir laman bumn.go.id.
Erick mengungkapkan dari 74 anak dan cucu perusahaan BUMN yang ditutup, sebanyak 26 perusahaan dari Pertamina, 24 dari PTPN Group, sedangkan, 13 sisanya dari Telkom. Erick menegaskan, inefisiensi dalam perusahaan BUMN tidak boleh terjadi. Pasalnya, BUMN sebagai lokomotif keuangan ekonomi Indonesia harus kuat dan sehat.
Oleh karena itu, berbagai kemungkinan efisiensi akan terus dilakukan, termasuk dengan menggabungkan anak-anak perusahaan, atau pun refocusing proses bisnis dari BUMN. Sebagai contoh konsolidasi perusahaan Energy Management Indonesia dengan Perusahaan Listrik Negara.
Baca Juga:
PLN Sumedang Dukung Pertumbuhan Ekonomi dengan Realisasi Tambah Daya di Sektor Industri Selama Lima Tahun Kepemimpinan Erick Thohir
“Bukan hanya anak perusahaan yang digabungkan, bahkan BUMN-nya sendiri kita gabungkan, contohnya Perinus dan Perindo sebagai dua perusahaan perikanan di BUMN, buat apa punya perusahaan kan lebih baik 1 saja, BGR dan PPI juga perusahaan trading yang digabungkan jadi 1 di bidang logistik. Kemudian, Energy Management Indonesia juga dikonsolidasikan dengan PLN jadi di bawah PLN, fungsinya apa? Ya mengaudit yang nanti ke depan berpotensi sebagai renewable energy,” jelas Erick.
Menurutnya, perbaikan model harus terus dilakukan sebagai bentuk adaptasi di era distrupsi yang terjadi saat ini. Dengan adanya distrupsi di bidang teknologi atau pun kesehatan, bisnis model BUMN juga harus berubah.
Erick juga mencontohkan, perubahan bisnis model yang dilakukan dalam rangka efisiensi adalah dengan refocusing BUMN yang bergerak di bidang telekomunikasi (tel-co). Saat ini, Telkom memfokuskan model bisnis dalam bentuk B To B, sedangkan Telkomsel dalam bentuk B to C.
“Terbukti, sekarang Telkom Valuasinya, market cap-nya terus naik 6 bulan terakhir menjadi Rp411 triliun, ini sejarah buat Telkom. Sekarang market cap-nya ketika industri tel-co di pertanyakan itu sunset, tetapi Telkom bisa tetap mendapatkan pertumbuhan revenue 6.1% yaitu kurang lebih Rp106 triliun sehingga dibandingkan perusahana-perusahaan tel-co lainnya, Telkom sekarang tetap tumbuh,” jelas Erick.
“Kalau Telkom berdiam diri padahal data, suara dan teks itu sudah gratis, tidak mengandalkan data bisnis, seperti data center, cloud, infrastruktur, ya Telkom akan sunset. Nah itulah kenapa fungsinya kita melakukan perubahan daripada bisnis model dan tetap melakukan benchmarking dengan negara lain dan perusahaan lain supaya kita ini bangun dari tidur, jangan asyik sendiri. Kita ini engga boleh terus berada di comfort zone,” lanjutnya.
Konsolidasi Laba Bersih
Di sisi lain, berkat transformasi yang terus dilakukan Menteri Erick di Kementerian BUMN, dividen BUMN mengalami kenaikan yang cukup pesat. Dalam data Laporan Keuangan Konsolidasi BUMN, pada Kuartal III Tahun 2021, dividen mencapai Rp 61 triliun meningkat 4x lipat dibandingkan tahun 2020 yang mencapai Rp13 triliun hingga akhir tahun.
Menurut Erick, terdapat beberapa BUMN yang menjadi penyumbang terbesar dividen, yaitu BUMN yang bergerak di bidang industri keuangan, seperti perbankan dan asuransi, industri Telekomunikasi, serta energi dan pertambangan. Meskipun mendapat dividen yang cukup besar, Erick tidak mau jumawa. Berbagai transformasi akan terus dilakukan sebagai bentuk kontribusi maksimal sebagai ladang pemasukan bagi Negara dan penggerak perekonomian Indonesia.
“Transformasi perubahan harus kita dorong terus, jangan gara-gara sudah untung Rp61 triliun, 4 kali lipat dari tahun kemarin, (kita sudah) sudah tenang. Enggak. Ingat ini pertama kalinya Indonesia defisit anggaran lebih dari 3%. Ibu Menteri Keuangan yang menyatakan. Berarti apa? Tidak mungkin kita terus bersandar dengan pemasukan dari pajak, jadi perlu ada pemasukan lain salah satunya dividen, kita lagi usaha,” pungkasnya. (JP)