Sementara Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memprediksi pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia, nantinya bisa tumbuh 8 kali lipat dari Rp 632 triliun menjadi Rp 4.531 triliun di 2030.
"Lantas, bagaimana cara meraihnya? Ada tiga kunci utama yakni kualitas, kecepatan dan keamanan data. Sebagai contoh, tidak mungkin kita menggenjot digital banking kalau konsumen masih ragu dengan keamanan data di perbankan. Nah tidak mungkin juga menjaga keamanan data dengan kualitas dan kecepatan internet rendah, sudah wajib ke 5G," jelas Alfred.
Baca Juga:
Basuki: Penundaan Kenaikan Tarif Tol Akibat Pandemi, Tak Selalu Salah Pemerintah
Pandemi ini juga menjadi momentum emas untuk dijadikan pondasi dalam industri telekomunikasi, agar bisa lebih tinggi dan berperan sebagai 'tulang punggung' dalam revolusi industri 4.0.
Disrupsi teknologi digital yang melahirkan booming smart factory, smart city, smart farming, smart health, smart banking/digital banking mesti kita sadari dan manfaatkan. Pandemi menjadi momentum emas untuk dijadikan pondasi untuk industri telekomunikasi agar bisa melompat lebih tinggi dan berperan sebagai backbone dalam revolusi industri 4.0.
"Dalam konteks ini, industri telekomunikasi harus diperkuat dengan realitas bahwa service of quality harus terus dikedepankan. Sudah waktunya negeri ini mentransformasi mindset bahwa kualitas, kecepatan, dan keamanan di sektor teknologi digital menjadi keniscayaan. Buang jauh pandangan bahwa semua layanan teknologi digital bisa murah, namun sembrono di sisi kualitas. Ini yang mesti kita ubah bersama untuk mengantisipasi perubahan ke depan," ujarnya.
Baca Juga:
Sri Mulyani Sampaikan Perkembangan Perekonomian Indonesia 10 Tahun Terakhir
"Leading factor seperti kecepatan, kualitas, dan keamanan data sudah tak bisa lagi ditutup-tutupi, bahkan masyarakatlah yang harus memberikan kontrol terbaik tentang itu. Sehingga tak ada lagi industri telko yang memberikan 'kucing dalam karung' kepada pelanggan," kata Alfred lagi. [JP]