WahanaNews.co.id | Dua perusahaan raksasa teknologi asal China, Alibaba dan Tencent dimasukkan dalam daftar hitam oleh otoritas perdagangan Amerika Serikat (AS). Keduanya diyakini terlibat dalam perdagangan barang palsu.
"Perdagangan global barang palsu atau bajakan merusak inovasi dan kreativitas penting AS dan merugikan pekerja," kata Perwakilan Dagang AS Katherine Tai dikutip detikcom dari BBC, Senin (21/2/2022).
Baca Juga:
Roy Suryo Sebut Server Sirekap Terhubung ke Alibaba Singapura, KPU Buka Suara
Secara keseluruhan otoritas perdagangan AS telah mengidentifikasi 42 situs toko online dan 35 toko fisik, termasuk platform e-commerce yang dijalankan oleh Alibaba dan Tencent. Mereka disebut terlibat atau memfasilitasi pemalsuan merek dagang substansial atau privasi hak cipta, di mana merek dagang tertentu sudah terdaftar secara hukum.
Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (AS) (United States Trade Representative/USTR) mengatakan daftar untuk pertama kalinya mencakup situs e-commerce AliExpress yang dimiliki oleh Alibaba dan WeChat yang dioperasikan oleh Tencent. Situs-situs tersebut sebagai dua pasar online berbasis di China yang dilaporkan memfasilitasi pemalsuan merek dagang.
Di sisi lain, Tencent mengatakan telah menginvestasikan sumber daya yang signifikan untuk melindungi hak kekayaan intelektual pada platformnya.
Baca Juga:
Jack Ma Dikabarkan Tunda Penjualan Saham Alibaba Senilan Ratusan Juta Dollar
"Kami sangat tidak setuju dengan keputusan yang dibuat oleh Perwakilan Dagang AS dan berkomitmen bekerja secara kolaboratif untuk menyelesaikan masalah ini," kata Juru Bicara Tencent.
Untuk diketahui, USTR telah mengidentifikasi daftar hitam di pasar AS sejak 2006. Tujuannya demi melindungi bisnis dan pekerja dari efek barang palsu yang murah, yang biasanya diproduksi di luar AS.
Hal ini membuat ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia itu muncul lagi minggu ini. Dalam tinjauan tahunan yang dirilis, USTR mengatakan China telah berulang kali gagal memenuhi komitmen perdagangannya meskipun menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia.