WahanaNews.co.id | Aksi mematikan koneksi internet yang dilakukan oleh Pemerintah Kazakhstan membuat para penambang bitcoin di negara tersebut ketar-ketir.
Pemerintah Kazakhstan mematikan koneksi internet di negara tersebut untuk meredam aksi demonstrasi yang memprotes kenaikan harga bahan bakar minyak. Hal tersebut tak cuma mengganggu komunikasi di negara tersebut, melainkan juga membuat harga bitcoin jeblok.
Baca Juga:
Setiap Hari 10.000 Warga Rusia Kabur ke Georgia Gara-gara Putin
Kazakhstan adalah salah satu pemain besar di dunia bitcoin. Tahun lalu, mereka menjadi negara terbesar kedua dalam hal penambangan bitcoin, hanya kalah besar dibanding Amerika Serikat.
Setelah Pemerintah China melarang penambangan kripto di negaranya, banyak para penambang yang memindahkan operasionalnya ke Kazakhstan, dan per Agustus 2021, 18% dari penambangan bitcoin di dunia berasal di Kazakhstan.
Alhasil, dengan dimatikannya koneksi internet di negara tersebut, operasional bitcoin secara global pun terganggu. Hal itu terjadi karena operasional bitcoin sangat tergantung pada para penambang.
Baca Juga:
Wamendag Bidik Kazakhstan untuk Kembangkan Potensi Perdagangan
Salah satu dampaknya yang paling terasa adalah nilai tukar bitcoin yang langsung jeblok. Pada Kamis (6/1/2022), nilai tukar bitcoin turun 8% menjadi USD 43 ribu. Meski saat ini koneksi internet di negara Asia Tengah itu sudah pulih, nilai tukar bitcoin juga belum membaik.
Banyaknya penambang bitcoin di Kazakhstan juga sebenarnya mengkhawatirkan dari sisi polusi udara. Pasalnya tambang bitcoin di negara tersebut bergantung pada pembangkit listrik batu bara, yang menghasilkan emisi besar.
Bahkan menurut International Energy Agency, emisi per energi unit di Kazakhstan lebih tinggi dibanding di China sebelumnya. Diperkirakan, pembangkit listrik batu bara di China menghasilkan sekitar 1.000 gram CO2 untuk setiap KWh, sementara di Kazakhstan angkanya hampir mendekati 1.500 gram CO2 per KWh.