Teheran bersikeras AS harus terlebih dulu mencabut sanksi, sebagai syarat penghentian program nuklir negara itu. Washington sebaliknya menyatakan, agar Iran terlebih dahulu mengurangi aktivitas nuklirnya sebelum sanksi ekonomi bisa dicabut.
"Kita sudah berada di fase terakhir," kata seorang pejabat Kemenlu AS kepada AP. "Seperti yang sudah kami tekankan sejak beberapa waktu, hal ini tidak bisa terus berlanjut karena perkembangan nuklir Iran," imbuhnya.
Baca Juga:
AS Tolak Kirim Sistem Roket yang Bisa Serang Rusia
Putaran negosiasi yang digalang Jerman, Prancis dan Inggris atau yang disebut kelompok E3, bersama Rusia dan China di ibukota Austria, Vienna, sejauh ini belum mampu mendekatkan kedua negara.
Pejabat Kemenlu AS yang enggan disebut identitasnya itu mengatakan, pihaknya tidak sedang "mengancam" atau membuat "tenggat waktu artifisial," tapi menegaskan "kita hanya punya beberapa pekan untuk mencapai kesepakatan," sebelum Perjanjian Nuklir 2015 tamat untuk selamanya.
Bekas Presiden Trump beserta Partai Republik dan bahkan sebagian petinggi Partai Demokrat, Perjanjian Nuklir dituntut harus ikut membatasi program peluru kendali dan dukungan Iran terhadap kelompok bersenjata di Timur Tengah.
Baca Juga:
BTS akan Mengunjungi White House, Bahas Rasisme Anti Asia
"Namun Presiden Joe Biden siap menanggung risiko politik di dalam negeri untuk menghidupkan kembali Perjanjian Nuklir 2015, tanpa butir tambahan," kata seorang pejabat Kemenlu lain kepada harian New York Times, Senin (31/1).
Menurutnya, nasib kesepakatan tersebut kini sepenuhnya bergantung di tangan Iran dan Ayatollah Ali Khamenei. [JP]