WahanaNews.co.id | Penyidik Polda Metro Jaya melakukan pemeriksaan terhadap Ketua Majelis LSM Jaringan Aktivis ProDemokrasi (ProDem), Iwan Sumule, Senin (19/11).
Iwan diperiksa sebagai pelapor Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir terkait kasus dugaan bisnis polymerase chain reaction (PCR).
Baca Juga:
Avtur Ramah Lingkungan, Senjata Baru Indonesia di Pasar Penerbangan Dunia
"Hari ini kami Prodem hadiri undangan yang disampaikan oleh Polda Metro Jaya. Kami ingin melakukan klarifikasi terhadap pelaporan yang sudah kami buat," kata Iwan Sumule di Mapolda Metro Jaya.
Iwan mengaku menyerahkan pelbagai bukti termasuk artikel memuat pengakuan Luhut lewat Jubirnya terkait laporannya. Dia mengklaim bahwa memiliki bukti kepemilikan saham Luhut dan Erick pada PT GSI.
"Kami ada cukup bukti kepemilikan saham yang dimiliki Pak Luhut di PT GSI. Saya pikir kolusi dan nepotisme beda dengan kasus korupsi maka kami tidak laporkan Pak Luhut dalam kasus korupsi. Tapi dalam dugaan pelanggaran kolusi dan nepotisme," ujar dia.
Baca Juga:
Kisah Letjen Soegito Perintahkan Luhut Pandjaitan Cari Makanan di Tengah Peristiwa Malari
Laporan dilayangkan Iwan diterima Polda Metro Jaya dengan nomor STTLP/B/5734/XI/2021/SPKT/Polda Metro
Iwan menjelaskan, perusahaan Luhut memiliki saham di PT GSI. Demikian juga dengan Erick Thohir. Di mana, kakak kandung Erick mendapatkan proyek pengadaan tes PCR.
Karena itu, menurut Iwan, patut diduga Luhut dan Erick melanggar Pasal 5 ayat 4 junto Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
"Sudah jelas bahwa Luhut sebagai penyelenggara negara, tapi kemudian dia berada dalam perusahaan yang mendapat proyek PCR. Dan diakui oleh pak Luhut sendiri bahwa dia memiliki saham dan juga mendapat keuntungan. Jadi jelas unsurnya itu terpenuhi," terang dia.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan diterpa isu dugaan pengambilan keuntungan tes polymerase chain reaction (PCR). Luhut pun menyatakan kesiapan apabila ada lembaga auditor yang mau audit.
"Saya sudah bilang diaudit saja segera," kata dia di Polda Metro Jaya, Senin (15/11).
Luhut mengingatkan, kepada masyarakat jangan sembarangan dalam berucap. Menurut dia, tudingan juga harus dilengkapi dengan data. Dalam hal ini, Luhut menyinggung adanya pihak-pihak yang memanfaatkan isu itu untuk mencari popularitas semata.
"Kita juga harus belajar untuk bicara tuh dengan data jangan pakai perasaan atau rumor begitu, itu kan kampungan kalau orang bicara katanya katanya kan kan capek-capekin aja, hanya untuk mencari popularitas," ujar dia.
Sementara itu, Juru Bicara Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi, menjelaskan tidak ada maksud bisnis dalam keterlibatan sejumlah pebisnis, termasuk Luhut yang mendirikan Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) Lab pada tahun 2020 dalam membantu pemerintah mempercepat penanganan Covid-19.
Luhut sebelumnya diduga terlibat dalam bisnis tes PCR lantaran dua perusahaan yang terafiliasi dengannya yakni PT Toba Sejahtra dan PT Toba Bumi Energi, ikut mengantongi saham di GSI.
"Tidak ada maksud bisnis dalam partisipasi Toba Sejahtra di GSI, apalagi Pak Luhut sendiri selama ini juga selalu menyuarakan agar harga test PCR ini bisa terus diturunkan sehingga menjadi semakin terjangkau buat masyarakat," katanya.
Kementerian BUMN juga membantah isu mengenai Menteri BUMN Erick Thohir terlibat dalam bisnis tes PCR. Kementerian sekaligus menegaskan ketentuan mengenai PCR tidak pernah dikeluarkan oleh Kementerian BUMN.
"Isu bahwa Bapak Erick Thohir bermain tes PCR itu isunya sangat tendensius. Bisa kita lihat dari data, sampai kemarin tes PCR itu mencapai 28,4 juta di seluruh Indonesia. Sementara PT Genomik Solidaritas Indonesia atau GSI yang dikaitkan dengan Bapak Erick itu tes PCR yang dilakukan sebanyak 700.000. Jadi bisa dikatakan hanya 2,5 persen dari total tes PCR yang sudah dilakukan di Indonesia, hanya 2,5 persen jadi 97,5 persen lainnya dilakukan pihak lain. Jadi kalau dikatakan bermain, kan lucu ya, 2,5 persen gitu. Kalau mencapai 30 persen, 50 persen itu okelah bisa dikatakan bahwa GSI ini ada bermain-main. Tapi hanya 2,5 persen," tegas Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (2/11).
Kemudian di GSI sendiri, lanjut Arya memang ada yang namanya Yayasan Adaro sebagai pemegang saham dan ini adalah yayasan kemanusiaan, sahamnya hanya 6 persen.
Menurut Arya, GSI itu hanya 2,5 persen melakukan tes PCR di Indonesia, setelah itu Yayasan kemanusiaan Adaronya hanya 6 persen. Jadi bisa dikatakan yayasan kemanusiaan Adaro ini sangat minim berperan di tes PCR.
"Kemudian di yayasan kemanusiaan Adaro ini, Bapak Erick Thohir sejak jadi menteri tidak aktif lagi aktif di urusan bisnis dan di urusan yayasan seperti itu. Jadi sangat jauh lah dari keterlibatan atau dikaitkan dengan Pak Erick Thohir. Apalagi dikatakan main bisnis PCR jauh sekali. Jadi jangan tendensius seperti itu, kita harus lebih clear melihat semua," kata Stafsus Menteri BUMN tersebut.
Arya juga menegaskan bahwa ketentuan mengenai PCR tidak pernah dikeluarkan oleh Kementerian BUMN. Sejauh ini, kata dia, pemerintah tidak pernah mengeluarkan kewajiban pelaksanaan tes PCR yang menunjuk lab tertentu, kecuali tentunya yang sesuai standar yang ditentukan Kemenkes. (JP)