WahanaNews.co.id | Elon Musk, selaku orang yang ingin memboyong Twitter, diduga menggunakan alasan tertentu, untuk memainkan harga beli platform media sosial tersebut.
Akuisisinya sendiri senilai USD 44 miliar atau sekitar Rp 639 triliun, dan masih bergulir hingga saat ini. Kendati demikian, diketahui bahwa CEO Tesla itu, menunda kesepakatan, sembari menunggu konfirmasi jumlah akun bot di dalamnya.
Baca Juga:
Elon Musk Beberkan Alasan Tangguhkan Akun X Pemimpin Tertinggi Iran
Di mana menurutnya, jumlah 5% akun bot yang dipaparkan oleh Twitter, terlihat sangat mencurigakan. Lalu ia setuju, nilai akuisisi akan turun, bila kenyataannya sebanyak 25% akun palsu bersemayam di dalam platform, seperti dilansir detikcom dari Business Insider India, Senin (30/5/2022)
Sehingga harga belinya akan menjadi lebih murah. Hal ini mengingat, potensi anjloknya sangat banyak, mencapai USD 11 miliar atau sekitar Rp 159 triliun.
Namun sayangnya, pengawasan terhadap Elon Musk semakin meningkat terkait akuisisi ini. Miliarder itu kini berada di bawah tekanan, di mana harus mengambil keputusan soal pengambilalihan sebelum kekayaan bersihnya semakin menurun.
Baca Juga:
Agar Elon Musk Buka Kantor X di RI, Kominfo Atur Strategi
Para ahli mengatakan, dirinya memiliki dua opsi, yakni pertama kembali melakukan negosiasi. Lalu kedua, pergi dari kesepakatan.
Sementara itu, Twitter sudah memperkirakan bahwa dari 229 juta pengguna aktif, setidaknya hanya kurang dari 5% akun bot. Hanya saja, jumlahnya berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Dan Brahmy, CEO perusahaan teknologi Israel Cyabra.
Ia mengungkapkan persentasenya lebih besar, yaitu diperkirakan mencapai 13,7%. Sedangkan Musk memiliki pendapat berbeda, di mana jumlahnya setidaknya hingga 20%.
Kendati banyak asumsi yang berkeliaran, sebagian besar ahli berpendapat, memang sangat sulit untuk menghitung jumlah bot di Twitter. Tetapi bagaimanapun, angka asli untuk pengguna aktif, menjadi poin penting untuk harga akhir dari kesepakatan ini.
"Jika terbukti bahwa 25% dari pengguna benar-benar bot, maka pengiklan akan meminta tarif yang lebih rendah, jika Twitter tidak dapat memfilter hal tersebut," ujar Mark Weinstein, pendiri MeWe. [JP]