WahanaNews.co.id | Polemik 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipecat akibat tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terus berlangsung. Baru baru ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) menuding Presiden RI, Joko Widodo tidak peduli.
Menyikapi hal ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo datang memberikan solusi terkait pegawai yang dipecat oleh KPK tersebut.
Baca Juga:
Didominasi Penegak Hukum, MAKI: Pimpinan Baru KPK Tak Mewakili Masyarakat dan Perempuan
Sigit siap merekrut 56 pegawai itu untuk menjadi pegawai di Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Bareskrim.
"Kami telah berkirim surat ke Presiden untuk memohon terhadap 56 orang yang tidak lulus melaksanakan tes TWK itu, untuk bisa kita tarik, untuk kita rekrut jadi ASN polri, di Bareskrim, khususnya di Direktorat Tipikor," ujar Sigit di Papua, Selasa (28/9/2021).
Surat tersebut telah dikirimkan Sigit ke Setneg pada Jumat lalu. Sigit telah mendapatkan respons balik dari Setneg, yang intinya mendapatkan lampu hijau untuk lanjut.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
"Kami mendapatkan balasan dari Setneg, untuk menindaklanjuti hal ini. Kami diminta untuk berkoordinasi dengan KemenPAN-RB dan BKN," tutur Sigit.
ICW Tuding Jokowi Tidak Peduli
Surat terbuka dilayangkan Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
ICW kembali mengingatkan, Jokowi memiliki komitmen dan tanggung jawab penuh sebagai presiden terhadap nasib pemberantasan korupsi yang hendak memecat 56 pegawainya yang dinilai tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
"Kami selaku kelompok masyarakat sipil antikorupsi merasa sangat prihatin atas situasi terakhir yang terjadi di Komisi Pemberantasan Korupsi dan situasi pemberantasan korupsi di Indonesia," tulis surat yang ditandatangani Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, Selasa (28/9/2021).
ICW meyakini, KPK adalah lembaga disegani yang kini sedang terpuruk. Hal itu dibuktikan, dengan tingkat kepercayaan publik yang merosot berdasar survei Indikator pekan kemarin.
ICW juga memandang, pemberantasan korupsi saat ini mengalami ketidakpastian, hingga kemunduran. Hal ini ditandai dengan memburuknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada 2020 dan menjadikan Indonesia kembali sebagai negara yang dianggap sangat korup.
"Gonjang-ganjing KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia terjadi karena Presiden gagal untuk bersikap tegas dan keras terhadap siapapun yang mengganggu upaya pemberantasan korupsi. Bahkan Presiden langsung yang membuka keran bagi pelemahan kerja pemberantasan korupsi melalui revisi UU KPK," kritik ICW tegas.
ICW melanjutkan, persoalan pemilihan Pimpinan KPK yang kontroversial tidak bisa dilepaskan dari peran serta dan tanggung-jawab Presiden Jokowi.
Sebab, Jokowi dinilai gagal dalam memilih dan menempatkan para calon Pimpinan KPK yang berintegritas. Sebaliknya, pimpinan pilihan Jokowi melahirkan berbagai persoalan di badan anti-rasuah ini, termasuk berbagai pelanggaran kode etik berat yang dilakukan oleh Pimpinan KPK terpilih.
"Berbagai pelanggaran kode etik berat yang dilakukan oleh Pimpinan KPK terpilih," bunyi petikan lanjutan surat ICW. [gab]