WahanaNews.co.id | Tim penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta melakukan penggeledahan di rumah dan kantor notaris terkait kasus dugaan korupsi pembebasan lahan di Cipayung Jakarta Timur, Tahun 2018.
Kejati DKI Jakarta melakukan penggeledahan berinisial LDS dalam kasus pengadaan tanah oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI Jakarta di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Baca Juga:
Kejati DKI Paparkan Asesmen Penerapan Pedoman Kejaksaan Terkait Penanganan Narkotika
Dikutip dari bisnis.com, "Tim penyidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta kembali melakukan tindakan hukum penggeledahan sekaligus penyitaan di rumah kediaman saksi notaris LDS di daerah Jatibening Bekasi," kata Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam dalam keterangannya di Jakarta, Senin (23/5).
Penggeledahan juga dilakukan di kantor notaris LDS di daerah Pondok Kelapa Jakarta Timur.
Ashari menjelaskan, penggeledahan di dua lokasi itu dilakukan pada Jumat (20/5/2022) pukul 17.30 hingga 19.45 WIB.
Baca Juga:
Amankan Infrastruktur Kelistrikan, PLN UID Jakarta Raya Pererat Kerja Sama dengan Kejati DKI Jakarta
Dalam penggeledahan di kediaman notaris LDS dan kantornya, penyidik menyita sejumlah barang bukti untuk memperkuat pembuktian dan penetapan tersangka.
Penggeledahan yang dilakukan di dua tempat tersebut dalam rangka mengumpulkan bukti-bukti untuk pengusutan dan penetapan tersangka, karena barang bukti dan alat bukti diduga disimpan di kediaman dan kantor notaris LDS.
Sebelumnya, dari hasil pemeriksaan tim penyidik terhadap sejumlah saksi, diperoleh informasi adanya barang bukti berupa dokumen penting yang tengah didalami.
"Barang bukti disinyalir disimpan dan berada di rumah saksi notaris LDS," katanya.
Pada saat penggeledahan, tim penyidik telah menemukan barang bukti berupa dokumen seperti buku tabungan dan bukti transfer terkait aliran dana dalam proses pengadaan tanah untuk dibangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) atau Ruang Terbuka Hijau (RTH).
"Dan menyita barang bukti berupa dokumen penting, di antaranya buku tabungan, bukti transfer, rekening koran, dokumen elektronik, serta dokumen yang berkaitan dengan pembebasan lahan Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur," katanya.
Ashari menegaskan, bukti-bukti dokumen yang telah disita dan dikumpulkan oleh tim penyidik Kejati DKI tersebut nantinya dapat membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka dalam kasus mafia tanah tersebut.
Sebelumnya, pada Kamis (12/5) lalu, tim penyidik Kejati DKI Jakarta melakukan penggeledahan dan penyitaan dua rumah di kawasan Depok dan Cileungsi, Jawa Barat, terkait dengan kasus ini.
Penggeledahan ini dilakukan pada seorang makelar tanah berinisial FJR yang berlokasi di Cluster Anggrek 2 Blok M1-36E Tirtajaya Depok, Jawa Barat.
Kemudian, di kediaman PWM yang merupakan pensiunan PNS pada Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta di Puri Cileungsi E-11/10 RT 05 RW 08 Kelurahan Gandoang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Anggaran yang digelontorkan oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta Rp 326 miliar lebih untuk pembebasan lahan di Kecamatan Cipayung yang telah dibangun RPTRA.
"Sesuai fakta penyidikan, pada tahun 2018, Dinas Pertamanan dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta memiliki anggaran untuk Belanja Modal Tanah sebesar Rp 326.972.478.000 yang bersumber dari APBD Provinsi DKI Jakarta," ucap Ashari dalam keterangannya, Kamis (20/1).
Anggaran ratusan miliar tersebut untuk kegiatan pembebasan tanah taman hutan, makam dan RPTRA di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur.
"Dalam pelaksanaannya, diduga ada kemahalan harga yang dibayarkan sehingga merugikan keuangan negara dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kurang lebih sebesar Rp 26.719.343.153," tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Perkumpulan Radar Pembangunan Indonesia, AH Siahaan mengatakan, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebaiknya tidak hanya satu lokasi kegiatan saja tapi pembebasan lahan tahun 2019 juga perlu diusut secara tuntas.
Pasalnya, pada tahun 2019 Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta menganggarkan Kegiatan Pembebasan Lahan dalam bentuk Belanja Modal Tanah senilai Rp 1.683.547.368.130,00 dan direalisasikan senilai Rp 1.244.558.919.747,00, atau senilai 73,92% untuk RTH Taman, RTH Hutan, RTH Makam dan TPU.
Namun berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Tahun 2018 Nomor : 86A/HP/XVI/05/2019 Tanggal 15 Mei 2019 Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta diketahui melakukan pengadaan tanah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Makam atau tanah untuk areal Tempat Pemakaman Umum (TPU) pada lima lokasi seluas 27.737 m2 senilai Rp 156.067.002.500,00.
Dari lima lokasi tersebut, tiga lokasi diantaranya berada di Jalan Rorotan, Cilincing Jakarta Utara seluas 11.165 m2 senilai Rp 29.866.375.000,00, dengan rincian SHM No. 5420 atas nama Ba seluas 5.003 m2 senilai Rp 13.383.025.000,00, SHM No. 1963 atas nama Ba seluas 3.135 m2 senilai Rp 8.386.125.000,00 dan SHM No. 1986 atas nama Ba seluas 3.027 m2 senilai Rp 8.097.225.000,00.
Pembayaran telah dilakukan kepada Sdr Ba dengan total senilai Rp 29.866.375.000,00 pada tanggal 24 Juli 2019 berdasarkan bukti SP2D Nomor0008279/SP2D/VII /2019. Terdapat transaksi jual beli tanah yang dilakukan oleh pemohon kepada pihak lain dalam masa proses pembebasan lahan.
Awalnya, pada tanggal 1 Maret 2019, Dinas Kehutanan menerima surat permohonan pembebasan lahan dari masyarakat, yaitu dari FP dan CA untuk membebaskan lahan milik keluarga mereka (Ahli Waris H. AR) seluas 15.994 m² dengan bukti kepemilikan SHM Nomor 1986 seluas 3.027 m² atas nama CA, SHM Nomor 1982 seluas 4.417 m², SHM Nomor 1963 seluas 3.135 m² atas nama NL; dan SHM Nomor 1980 seluas 5.413 m².
Dari empat lokasi yang ditawarkan tersebut, hanya dua lokasi yang ditindaklanjuti proses pembeliannya, yaitu SHM Nomor 1986 seluas 3.027 m² dan SHM Nomor 1963 seluas 3.135 m² atau total seluas 6.162 m².
Akan tetapi dalam pelaksanaan pembayaran pada tanggal 18 Juli 2019, Dinas Kehutanan tidak membayar kepada FP dan CA sebagai pihak pemilik tanah yang menawarkan tanahnya, tetapi dibayar kepada Ba senilai Rp 16.483.350.000,00 untuk dua lokasi tanah seluas 6.162 m² dengan bukti kuitansi Nomor 00512/SPP/20401000/VII/2019.
Harga tanah yang dibayarkan kepada Ba tersebut adalah senilai Rp 2.675.000,00/ m² atau 210% dari NJOP yang hanya senilai Rp 1.274.000,00/ m². Dimana persentasi perbandingan antara Kesepakatan dengan NJOP adalah 210 % atau kenaikan dari NJOP ke kesepakatan adalah 100,10%.
Diduga ada kerjasama dan kesepakatan terselubung dengan maksud untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau sebuah korporasi sehingga meski lokasi tidak pada Zona Pemakaman atau TPU (H.3) dan berada ditengah persawahan/rawa serta tidak memiliki akses jalan untuk menuju lokasi tanah karena hanya bisa dilalui dengan jalan kaki dan kendaraan roda dua proses pengadaan lahan tetap dilaksanakan sampai pembayaran ganti rugi senilai Rp 29.866.375.000,00. [JP]