WahanaNews.co.id | Pemerintah meyakini dapat mengurangi pembiayaan utang di 2022. Sebab, tren penerimaan negara sudah mengalami peningkatan seperti yang terjadi di 2021. Ditambah lagi saat ini sudah ada Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang akan meningkatkan penerimaan negara.
"Nah sekarang kita ada Undang-undang HPP, lalu terlihat di 2021 penerimaan kan meningkat cukup tajam sampai 21% pertumbuhannya," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam diskusi virtual, seperti dilansir detikcom, Rabu (12/1/2022).
Baca Juga:
Daftar 10 Negara dengan Pendapatan Terendah, Adakah Indonesia?
"Dengan baseline itu pertumbuhan yang di 2022 pun sebenarnya tinggal ngikut. Jadi kita relatif tentunya dibandingkan dengan APBN 2022 penerimaan tampaknya akan lebih kuat. Itu satu, sehingga memang akan mengurangi kebutuhan untuk pembiayaan," sambungnya.
Pemerintah tercatat menarik utang sebesar Rp 867,4 triliun sepanjang 2021. Angka tersebut lebih rendah Rp 310 triliun daripada yang diproyeksikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang sebesar Rp 1177,4 triliun.
Realisasi pembiayaan utang di 2021 juga lebih rendah dibandingkan periode 2020 sebesar Rp 1.229,6 triliun. Membaiknya penerimaan negara di tahun lalu menyebabkan kebutuhan utang mengalami penurunan.
Baca Juga:
Menkeu: Triwulan I 2023 Kinerja Pendapatan Negara Tunjukan Tren Positif
"Nah ini juga nanti akan berdampak di 2022. Jadi jangan khawatir di 2022 utangnya juga akan lebih terkendali," tuturnya.
Pihaknya juga memperkirakan defisit APBN terhadap produk domestik bruto (PDB) akan lebih rendah dari yang diproyeksikan sebelumnya, yaitu dari 4,85% hanya menjadi 4,3%.
"Nah sekarang dengan kondisi tren yang sudah kita dapatkan sekarang, kemungkinan besar itu akan lebih rendah (defisitnya) dan demikian juga dengan kebutuhan pembiayaan utang," jelas Febrio.
Tapi di sisi lain tetap ada risiko di tingkat global yang harus dikelola oleh pemerintah. Dengan demikian, walaupun tren APBN membaik di 2022, risiko yang ada harus tetap diantisipasi. [JP]