WahanaNews.co.id | Presiden Joko Widodo alias Jokowi menyayangkan tindakan Myanmar yang tidak menghargai niat baik perserikatan bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk membantu menyelesaikan krisis politik negara itu.
Pernyataan itu diutarakan Jokowi setelah mayoritas negara ASEAN, termasuk Indonesia, menganggap junta militer Myanmar tak serius memenuhi lima poin konsensus yang disepakati asosiasi itu dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) April lalu.
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
ASEAN pun memutuskan tak mengundang perwakilan junta militer Myanmar dalam KTT hari ini, Selasa (26/10/2021).
"Sayangnya, uluran tangan keluarga ini tidak disambut baik oleh militer Myanmar. Akses yang diminta oleh Utusan Khusus ASEAN sampai saat-saat akhir KTT masih belum diberikan oleh militer Myanmar," ucap Jokowi dalam KTT tersebut, Selasa (26/10/2021).
"Di satu pihak kita tetap menjaga penghormatan terhadap prinsip non-interference, namun di pihak lain, kita juga berkewajiban menjunjung tinggi prinsip-prinsip lain dalam Piagam ASEAN, seperti demokrasi, good governance, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan pemerintah yang konstitusional," kata Jokowi, menambahkan.
Baca Juga:
HUT ke-79 TNI, Ini Pesan Presiden Jokowi ke Prajurit Indonesia
ASEAN memutuskan untuk tidak mengundang pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, dalam KTT ASEAN hari ini.
Ketua ASEAN saat ini, Brunei, memutuskan untuk tak mengundang Min Aung Hlaing karena sebagian anggota menentang kehadirannya.
Para anggota itu menganggap Min Aung Hlaing tak layak diundang karena tidak menunjukkan komitmen menjalankan lima konsensus yang disepakati dalam KTT sebelumnya di Jakarta.
Poin konsensus itu mencakup kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan, dialog konstruktif untuk mencari solusi damai, dan ASEAN akan memfasilitasi mediasi.
Selain itu, konsensus itu juga menyebut ASEAN harus diberikan akses untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Myanmar melalui AHA Center.
Di samping itu, ASEAN juga bakal mengirimkan utusan khususnya ke Myanmar.
Namun, menurut mayoritas anggota ASEAN, termasuk Indonesia, Myanmar tak menunjukkan progres pemenuhan kelima poin konsensus itu.
Junta Myanmar dilaporkan enggan mengizinkan utusan khusus ASEAN untuk Myanmar, Erywan Yusof, bertemu dengan Penasihat Negara yang dikudeta, Aung San Suu Kyi, sebagai bagian dari proses dialog.
Yusof sendiri adalah Menteri Luar Negeri Kedua Brunei Darussalam yang ditunjuk sebagai utusan ASEAN pada Agustus lalu untuk membantu menyelesaikan masalah Myanmar.
Yusof dikabarkan hanya diizinkan bertemu dengan mantan Wakil Presiden Henry Van Thio dan mantan Ketua Majelis Rendah T Khun Myat, kata sumber Irrawaddy di Myanmar.
Walaupun demikian, ASEAN tetap memberikan kesempatan bagi Myanmar untuk menunjuk wakil non-politik untuk menghadiri KTT ASEAN hari ini.
Informasi itu ditegaskan oleh pernyataan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dalam press briefing-nya pada Selasa (26/10/2021).
"Myanmar telah diundang pada level non-politik. Namun, sampai pelaksanaan KTT, Myanmar tidak menyampaikan wakil pada level non-politik. Screen untuk Myanmar tetap disiapkan. Myanmar adalah anggota ASEAN," tutur Retno.
Junta militer Myanmar pun geram dengan keputusan ASEAN tersebut.
Menurut junta militer, keputusan asosiasi negara Asia Tenggara untuk tak mengundang Jenderal Min Aung Hlaing sebagai pemimpin Myanmar saat ini sama saja dengan meremehkan hak negara itu sebagai anggota ASEAN.
"Myanmar sebagai negara anggota ASEAN memiliki hak penuh untuk berpartisipasi dalam KTT ASEAN mendatang dan KTT terkait, karena Piagam ASEAN menjamin kesetaraan semua anggota ASEAN, dan dengan demikian tingkat perwakilan yang sama di pertemuan ASEAN dengan sesama negara anggota," kata Kementerian Luar Negeri Myanmar melalui pernyataan yang dirilis tak lama sebelum KTT ASEAN dimulai. [gab]