WahanaNews.co.id | Nilai tukar rupiah masih tak berdaya di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Tren pelemahan rupiah ini terus berlanjut bahkan mata uang garuda melemah terhadap banyak mata uang lainnya.
Dikutip data RTI, Jumat (3/12/2021), dolar AS pagi tadi menguat 103 poin atau 0,72% ke level Rp 14.390. Jika dilihat selama sepekan terakhir, kurs dolar AS masih bergerak menguat. Namun hari ini pergerakannya baru menurun.
Baca Juga:
Termasuk Indonesia, Inilah 4 Negara di Dunia yang Ekonominya Tumbuh di Atas 5% pada 2024
Dolar AS tercatat menguat 0,34% selama sepekan terakhir. Pergerakannya ada di rentang Rp 14.250-14.402.
Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menilai, tren pelemahan rupiah ini terjadi karena adanya isu percepatan tapering di AS. Sebab hal itu bisa mendorong kenaikan suku bunga acuan di AS lebih cepat.
"Ini menjadi sentimen utama pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," terangnya seperti dilansir detikcom, Jumat (3/12/2021).
Baca Juga:
Menkeu Sri Mulyani Ungkap Uang Negara Banyak Disedot untuk 3 Hal Ini
Selain isu utama tersebut, faktor lainnya yang mendorong pelemahan rupiah adalah kekhawatiran pasar terhadap penyebaran varian baru Covid-19 yang bernama Omicron. Varian baru itu dikhawatirkan bisa memicu gelombang pandemi baru.
"Dari dalam negeri, kisruh UU Cipta Kerja mungkin memberikan sentimen negatif ke rupiah," tuturnya.
Dengan kondisi ini, Ariston memprediksi pelemahan rupiah masih bisa terus berlanjut. Dia memperkirakan dolar AS bisa tembus ke level Rp 14.550.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi juga memiliki pandangan yang sama. Varian Omicron memang telah menimbulkan kekhawatiran baru para pelaku pasar tentang akan dilakukannya kembali lockdown di banyak negara. Begitu juga dengan potensi Federal Reserve yang akan mempercepat tapering.
"Terlepas dari ketidakpastian seputar Omicron dan dampaknya, Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell menegaskan kembali pendiriannya bahwa Fed akan mempertimbangkan untuk mempercepat pengurangan aset ketika bertemu dari 14 hingga 15 Desember. Ini juga bisa berarti kenaikan suku bunga yang lebih cepat dari perkiraan," tulisnya dalam risetnya.
Dari sisi internal Ibrahim menyebut pemerintah memproyeksikan inflasi 2021 akan mencapai 1,9% jika dibandingkan dengan tahun 2020 (year on year/yoy). Melihat dari perkembangan inflasi November 2021 yang tercatat 1,75% (yoy). Dengan demikian, inflasi masih berpotensi menguat secara bertahap seiring dengan perkembangan positif mobilitas masyarakat saat ini akibat pelonggaran PPKM.
"Walaupun ada pengetatan PPKM di seluruh wilayah Indonesia serta penghapusan libur natal dan tahun baru, momen konsumsi masyarakat masih akan meningkat, sehingga dapat mendorong kenaikan inflasi. Namun, potensi tekanan inflasi lebih tinggi akan bisa terkendali," tambahnya.
Dia memperkirakan dolar AS hari ini memang akan bergerak berfluktuatif, dia perkirakan rupiah melemah di rentang Rp 14.380-14.440. (JP)