WahanaNews.co.id | Indonesia akhirnya meneken perjanjian ekstradisi dengan Singapura hari ini setelah mangkrak bertahun-tahun. Mangkraknya perjanjian ekstradisi ini pernah membuat beberapa koruptor pergi ke Singapura.
Sebagaimana diketahui, Indonesia dan Singapura sudah membuat paket perjanjian ekstradisi sejak April 2007. Penandatanganan itu disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Lee Hsien Loong. Namun perjanjian tersebut tertunda lantaran menunggu ratifikasi oleh DPR.
Baca Juga:
Jangan Sembarangan Install Aplikasi Gratis di Hp, Bahaya Pencurian Data Pribadi
Perjanjian tersebut tertuang dalam defence cooperation agreement (DCA) atau perjanjian kerja sama pertahanan Singapura dengan Indonesia. Namun pembahasan terkait perjanjian ini sempat menjadi pembahasan panas di DPR. Pasalnya, perjanjian itu dianggap tak menguntungkan bagi posisi tawar Indonesia.
Setelah lama tertunda, akhirnya perjanjian ini bisa diteken hari ini. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyebut langkah ini sebagai momen bersejarah. Soalnya, perjanjian ekstradisi dengan Singapura sudah lama diupayakan, yakni sejak 1998.
"Setelah melalui proses yang sangat panjang, akhirnya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini dapat dilaksanakan," kata Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly dalam siaran pers Kemenkumham, seperti dilansir detikcom, Selasa (25/1/202).
Baca Juga:
Bakamla Sebut Jumlah Kapal Patroli di ZEE Natuna Utara Belum Ideal
"Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," lanjut guru besar ilmu kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut.
Selain itu, sambung Yasonna, perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini akan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia dalam melarikan diri. Soalnya, Indonesia telah memiliki perjanjian dengan negara mitra sekawasan, di antaranya Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat China, dan Hong Kong SAR.
"Apabila kedua negara dapat dengan segera meratifikasi perjanjian ekstradisi yang ditandatangani, lembaga penegak hukum kedua negara dapat memanfaatkan perjanjian ekstradisi ini dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara, seperti korupsi dan terorisme," ujar Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan DPP PDI Perjuangan tersebut.
Penandatanganan perjanjian ekstradisi dilakukan dalam Leaders' Retreat, yakni pertemuan tahunan yang dimulai sejak 2016 antara Presiden Republik Indonesia dan Perdana Menteri Singapura guna membahas kerja sama yang saling menguntungkan di antara kedua negara. [JP]