WahanaNews.co.id | Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta menyuarakan keberatan terkait penetapan besaran kenaikan UMP DKI Jakarta sebesar 5,1 persen oleh Gubernur DKI Anies Baswedan.
Sabtu kemarin, Anies merevisi besaran UMP DKI, dari Rp 4.453.935,536 yang hanya naik Rp 37.749 menjadi Rp 4.641.854. atau naik Rp 225.667.
Baca Juga:
Prabowo Tampil Berwibawa di Mata Dunia, Anies: Lawatan Internasional Sangat Produktif!
Revisi besaran UMP ini sesuai dengan tuntutan buruh yang meminta kenaikan minimal 5 persen.
Dilansir dari Tempo, berikut ini sejumlah poin keberatan yang diungkap Ketua Kadin DKI Jakarta Diana Dewi tentang revisi kenaikan UMP DKI pada 2022:
Kadin menilai revisi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI 2022 menjadi 5,1 persen tidak tepat karena bakal diikuti melonjaknya harga konsumsi rumah tangga.
Baca Juga:
Dua Pekan Menjelang Pilkada Jakarta, Pasangan Calon Berebut Dukungan Jokowi-Anies
2. Pengusaha kecil kesulitan mengikuti kenaikan UMP 5,1 persen
Diana mengatakan pengusaha kecil rata-rata akan kesulitan mengikuti ketentuan upah yang naik 5,1 persen. Pengusaha berpotensi kesulitan mencari sumber daya manusia yang berkualitas.
Karyawan berkualitas diperkirakan cenderung memilih bekerja di perusahaan yang menetapkan skala UMP lebih tinggi.
"Alih-alih ingin membuat kebijakan yang berkeadilan malah akan berdampak pengusaha kecil susah mencari SDM yang berkualitas," ucap dia.
3. Revisi kenaikan UMP dilakukan secara sepihak
Gubernur Anies Baswedan dinilai menetapkan revisi besaran UMP DKI 5,1 persen secara sepihak. Sebagian besar pengusaha di Jakarta, kata Diana, memilih untuk tetap mengacu pada besaran UMP yang ditetapkan Dewan Pengupahan DKI.
4. Pengusaha bakal menggunakan kenaikan UMP 0,85 persen
Diana revisi kenaikan UMP DKI menjadi 5,1 persen tidak melalui sidang Dewan Pengupahan DKI.
Karena itulah, pengusaha bakal menggunakan nilai UMP 2022 Rp 4.453.935,536, yang hanya naik Rp 37.749 atau 0,85 persen dari tahun ini.
5. Membebani pengusaha di tengah pandemi Covid-19
Dia menerangkan UMP Jakarta dari 2015 ke 2021 naik hingga 63,5 persen, yakni dari Rp 2,7 juta menjadi Rp 4.416.186.
Kenaikan itu, lanjut Diana, justru semakin membebani para pengusaha untuk bangkit lagi pasca pandemi Covid-19.
"Di tengah perbaikan perekonomian daerah sebagai akibat dari pandemi, seharusnya Pemprov DKI Jakarta dapat lebih bijak dalam menetapkan kebijakan," jelas dia.
6. Mempertanyakan dasar hukum revisi kenaikan UMP DKI
Diana mempertanyakan dasar huk lum penetapan revisi UMP 2022 oleh Anies Baswedan. Dia tak mau para pengusaha menganggap Dewan Pengupahan tidak mematuhi PP 36/2021.
Sebab, formula penghitungan UMP 2022 yang naik Rp 37 ribu sudah sesuai dengan PP 36/2021 dan mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan ekonomi, inflasi, serta lainnya dari Badan Pusat Statistik (BPS).
"Saya mengkhawatirkan teman-teman ini (pengusaha) sudah tidak mempercayai lagi Dewan Pengupahan," ucap dia.
7. Kenaikan UMP 0,85 persen sesuai dengan UU Cipta Kerja dan PP pengupahan
Kadin bersikap bahwa penetapan UMP 2022 senilai Rp 4.453.935,536 sudah sesuai dengan formula penghitungan yang termaktub dalam PP 36/2021.
PP 36/2021 adalah kebijakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja.
"Kalau misalnya angka itu berubah, dari mana? Itu yang kami pertanyakan," terang dia. "Kalau kita tidak mengikuti PP dalam segala sesuatu tindakan kan kita salah."
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai revisi kenaikan UMP DKI 2022 menjadi Rp 4.641.854 sudah menganut asas keadilan. Dia juga menganggap kenaikan ini terjangkau bagi para pengusaha.
"Kami menilai kenaikan 5,1 persen ini suatu kelayakan bagi pekerja dan tetap terjangkau bagi pengusaha," ujar dia dalam keterangan tertulisnya. (JP)