WahanaNews.co.id | Dalam rangka memperkuat peran Indonesia sebagai Presidensi Group of Twenty (G20), The Business 20 (B20) membentuk Task Force Energy, Sustainability & Climate. Gugus Tugas bidang energi ini bergerak cepat untuk mewujudkan program yang dapat berkontribusi bagi kesuksesan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 November 2022 mendatang.
Langkah tersebut diwujudkan dalam berbagai kegiatan, termasuk menggelar Stakeholder Consultation Task Force Energy, Sustainability, & Climate Business Entities, Associations, & Think-Tank (18/1). Diskusi konsultatif ini diselenggarakan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) yang diikuti oleh 24 entitas bisnis dan asosiasi yang bertujuan untuk menggali informasi dan menyerap aspirasi pemangku kepentingan di sektor energi.
Baca Juga:
Sherpa G20 dapat Dukungan Penuh dari UI, Mulai dari Pengajuan Policy Brief hingga penggunaan Bus Listrik Merah Putih
Sebelumnya, kegiatan serupa juga telah diselenggarakan pada 28 Desember 2021 lalu dengan peserta dari pemerintahan.
Terdapat tiga topik yang diangkat pada kegiatan kali ini, yaitu Accelerate The Transition to Sustainable Energy Use (Percepatan Transisi untuk Energi Berkelanjutan), Ensure a Just and Orderly Transition (Memastikan Transisi yang Tepat dan Berkeadilan) dan Addressing Energy Poverty (Penanganan Keterjangkauan Energi).
Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati yang juga menjadi Chair B20 Task Force Energy, Sustainability & Climate mengatakan, B20 terbentuk untuk mendukung seluruh kebijakan yang akan dihasilkan dari G20. Peran B20 menjadi penting karena membahas tentang isu energi yang terjadi saat ini dan menjadi salah satu fokus dari G20.
Baca Juga:
Jadi Tuan Rumah G20, PLN Optimalkan Layanan Listrik Tanpa Padam
"Presiden mengatakan ada tiga hal yang akan menjadi fokus G20 maupun B20 ini. Pertama, penanganan kesehatan yang inklusif. Kedua, transformasi berbasis digital. Ketiga, transisi menuju energi berkelanjutan. Jadi taskforce ini menjadi salah satu taskforce yang strategis untuk bersama-sama menghasilkan policy recommendation," ujar Nicke.
Lebih lanjut Nicke menuturkan mengenai isu kritikal dalam peningkatan Energi Baru Terbarukan (EBT), yakni teknologi yang diperlukan untuk mengelola Sumber Daya Energi di Indonesia yang melimpah untuk diproses menjadi energi yang ramah lingkungan. Selain itu, kata Nicke juga menyangkut pendanaan yang saat ini sudah tersedia green funding dalam rangka pengembangan EBT.
Untuk itu, kata Nicke, yang harus dilakukan saat ini adalah bagaimana membuat program yang bisa menyeimbangkan hal-hal tersebut, agar target pemerintah untuk net-zero emissions di tahun 2060 tercapai.
"Ini tugas kita bersama untuk merumuskannya. Karena selain inovasi, kolaborasi dengan negara-negara maju yang mereka sendiri mengalokasikan sebagian dana untuk pengembangan renewable energy dan mendorong transisi energi di negara berkembang, ini pun harus kita bahas," ucap Nicke.
Sementara itu, Deputy Chair Task Force Energy, Sustainability & Climate Agung Wicaksono berharap kegiatan stakeholder consultation ini dapat memperkaya input Policy Recommendation dari pelaku usaha/lembaga sektor energi & industry.
"Diharapkan isu-isu prioritas yang dibawa oleh Task Force Force Energy, Sustainability, & Climate B20 telah mewakili aspirasi dari pelaku usaha/lembaga sektor energi & industry di Indonesia. Kami berharap hasil diskusi ini dapat memberikan rekomendasi yang konkrit, representative, dan actionable yang dapat secara langsung diadopsi oleh pelaku usaha di negara G20," tutur Agung.
Dari kegiatan ini didapatkan masukan-masukan yang akan menjadi poin penting dalam memastikan energi transisi yang berkelanjutan bagi pelaku usaha, antara lain terkait kesiapan infrastruktur dan SDM, dukungan pendanaan, hingga konsistensi kebijakan dan regulasi yang diperlukan untuk menyediakan energi yang dapat diakses secara luas dan dengan harga yang kompetitif. [JP]