Misi tersebut bertujuan untuk membawa tiga satelit komersial, yaitu Skynet 4A, Palapa B3, dan Westar 6S.
Pratiwi menjadi satu-satunya calon astronot perempuan Indonesia dengan ditemani salah satu kandidat astronot Indonesia lain, yaitu Taufik Akbar, seorang insinyur telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Baca Juga:
2 Astronaut Terdampar di ISS, NASA Pastikan Mereka Baru Pulang Tahun Depan
Taufik menjadi awak cadangan untuk misi peluncuran STS-61-H di Amerika Serikat.
Namun, sayang, misi tersebut terpaksa dibatalkan karena beberapa bulan sebelum keberangkatan, tepatnya pada tanggal 28 Januari 1986, pesawat ulang alik Challenger yang membawa misi lain, yaitu STS-51-L, meledak di udara.
Hal tersebut yang membuat misi penerbangan Columbia yang melibatkan Pratiwi Sudarmono, yang seharusnya meluncur pada 24 Juni 1986, menjadi batal.
Baca Juga:
NASA Berhasil Rekam Citra 'Lukisan' van Gogh di Langit Planet Jupiter
Kendati demikian, dikutip Antara News, Pratiwi berkesempatan menjalani penelitian yang dijalankan di komplek NASA, Amerika Serikat.
Ia juga menjalani pelatihan astronot dan mempelajari struktur luar kendaraan luar angkasa.
Melalui berbagai prestasinya, Pratiwi Sudarmono menerima berbagai penghargaan, salah satunya pada tahun 2019, yaitu penghargaan GE Indonesia Recognition for Inspiring in STEM award.