Kasus di New York merupakan bagian dari penelitian luas yang dipimpin oleh Dr. Yvonne Bryson dari Universitas California dan Dr. Deborah Persaud dari Universitas Johns Hopkins. Studi itu memantau 25 pasien pengidap HIV yang menjalani transplantasi sel punca dari darah plasenta untuk mengobati kanker dan penyakit akut lain.
Para pasien awalnya mendapat kemoterapi untuk membunuh sel kanker. Dokter lalu mentransplantasikan sel punca dari donor yang memiliki mutasi genetika spesifik. Mutasi itu menghilangkan reseptor yang digunakan virus HIV untuk memasuki sel tubuh.
Baca Juga:
KAKI: Peningkatan Kualitas Layanan Populasi Kunci ODHIV
Lewin dari Masyarakat AIDS Internasional mengatakan, transplantasi sumsum tulang belakang belum bisa digunakan untuk kebanyakan pengidap HIV.
Namun demikian penelitian itu "mengkonfirmasikan bahwa kesembuhan bagi HIV bukan hal mustahil dan ia semakin mempopulerkan terapi genetik sebagai strategi untuk menyembuhkan HIV," kata dia.
Penelitian di AS menyebutkan elemen terbesar dalam kesembuhan pasien adalah transplantasi sel punca yang resisten terhadap HIV.
Baca Juga:
Mampukah Indonesia Mencapai Zero Diskriminasi HIV pada 2030? Ini Penjelasannya
Tapi walaupun sel darah plasenta lebih mampu beradaptasi ketimbang sel punca orang dewasa, kapasitas produksinya masih belum cukup mumpuni untuk dijadikan metode terapi bagi khalayakumum. Sebab itu dalam terapinya, doktor juga menggunakan sel punca orang dewasa untuk menutupi kekurangan jumlah sel punca darah plasenta.
Namun begitu, kasus di New York tergolong unik karena pasien merupakan perempuan beretnis campur. Dalam dua kasus penyembuhan sebelumnya, pasien tercatat berjenis kelamin pria, seorang dari ras kaukasian dan seorang lagi latino. [JP]