Tren ini pun mengindikasikan ada perubahan pandangan dalam mendefinisikan wanita sukses, meskipun belum secara mayoritas. Bagi mereka, kesuksesan tidak harus melibatkan punya suami atau tidak.
"Menurut saya stigma terhadap wanita berstatus single belum sepenuhnya hilang di China, tapi jelas ada pengentasan (stigma) yang dilakukan oleh para wanita mandiri dan sukses secara sosio-ekonomi," terang Sosiolog Mu Zheng, dari National University of Singapore.
Baca Juga:
Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
Fenomena maraknya kemunculan wanita mandiri, kaya dan sukses di media sosial kemudian melahirkan istilah baru; she-conomy. Istilah ini muncul untuk mendeskripsikan peran wanita dalam perputaran ekonomi di China.
Berdasarkan laporan Accenture, sebuah perusahaan penyedia jasa investasi, wanita China berusia 20 hingga 60 tahun memiliki daya beli cukup tinggi hingga triliunan rupiah per tahun. Tingginya daya beli tersebut membuat makin banyak wanita di Negeri Tirai Bambu mempertimbangkan lagi jalan hidup yang mereka pilih, khususnya pemikiran tradisional untuk segera menikah dan berkeluarga.
"Tetap melajang kini jadi keputusan yang dipikirkan secara matang, bukan karena keadaan dan terpaksa," pungkas Mu Zheng. [JP]