Selain itu, Faisal Basri menyatakan bahwa awalnya proyek ini lebih sebagai proyek properti dengan PT. Wijaya Karya dan PT. KAI sebagai pemimpinnya, dan akhirnya tidak lagi business to business.
Faisal juga membuat perhitungan simulasi sederhana tanpa ongkos operasi dengan total nilai investasi Rp. 114,4 Triliun dan pendapatan penumpang tiap tahun 2,369 triliun maka perhitungan balik modal adalah selama 33 tahun dan bahkan bisa mencapai 139 tahun.
Baca Juga:
KAI Daop 5 Purwokerto Tegaskan Komitmen Keselamatan Operasional pada HUT Ke-79
Pembicara berikutnya Handi Risza menyatakan bahwa proyek ini awal mulanya digagas era Presiden SBY pada tahun 2009-2014, dengan melibatkan Japan International Corporation Agency (JICA) dalam studi kelayakan.
"Studi dilakukan untuk membangun kereta semi cepat Jakarta-Surabaya, dengan jarak sepanjang 748 km. Dengan biaya diperkirakan 100 Triliun. Pada tahun 2015 pemerintah akhirnya memutuskan untuk membangun rute awal Kereta Cepat Jakarta-Bandung terlebih dahulu, sepanjang 150 km yang nilai awal proyeknya diperkirakan sebesar senilai Rp 67 triliun." Jelasnya.
Menurut Handi yang juga Wakil Rektor Universitas Paramadina, bahwa pada awalnya Jepang menawarkan pinjaman proyek kereta api cepat sebesar US$ 6,2 miliar dengan masa waktu 40 tahun dan tingkat bunga 0,1% per tahun dengan masa tenggang 10 tahun. Dengan Syarat harus ada jaminan dari Pemerintah.
Baca Juga:
Rapimnas KAI 2024: Persiapan Menuju Kongres Besar Tahun Depan
"Kemudian China menawarkan pinjaman proyek sebesar US$ 5,5 miliar dengan jangka waktu 50 tahun dan tingkat bunga 2% per tahun. Skema Business to Business (B to B) tanpa jaminan dari Pemerintah. Disinilah dilihat inkonsistensi pemerintah, sehingga mau tidak mau dibiayai oleh APBN." Bebernya.
Pada tanggal 21 Januari 2016 proyek KCJB dimulai dengan dilakukan groundbreaking oleh Presiden di Perkebunan Mandalawangi Maswati, Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat. Dengan menggunakan sumber pendanaan perusahaan (PSBI) terdiri atas 75% utang dari China Development Bank (CDB) dan 25% ekuitas (modal saham) dengan porsi kepemilikan PT PSBI sebesar 60%.
"Sebelumnya, PT. Wijaya Karya-lah yang memegang konsorsium, kemudian diberikan kepada PT. KAI. Dengan keberadaan PT. KAI yang saat ini memegang konsorsium, APBN ikut serta terlibat membiayai proyek kereta cepat Jakarta–Bandung" imbuhnya.