WahanaNews.co.id, Jakarta - Universitas Paramadina bekerjasama dengan INDEF menyelenggarakan Diskusi Publik Pemenang Nobel Pemikiran Amartya Sen: Etika Berbasis Kebebasan, di Auditorium Nurcholish Madjid, Selasa (7/11/2023).
Deniey A. Purwanto, Dosen IPB dan peneliti INDEF mengungkapkan bahwa penghargaan yang diberikan kepada Amartya Sen sangat banyak, baik berkaitan dengan bidang ekonomi, sosial, maupun politik.
Baca Juga:
The Lead Institute Universitas Paramadina Gelar Diskusi Kepemimpinan Profetik dan Pilkada 2024
"Sen mendapatkan nobel karena kontribusinya pada welfare economics dengan berkontribusi mengatasi permasalahan masyarakat seperti hal-hak individu, kekerasan mayoritas, dan ketersediaan informasi. Tak hanya itu, Sen banyak membahas isu mengenai kelaparan yang terjadi di India yang berkaitan dengan teori pilihan sosial." Paparnya.
Ia menjelaskan bahwa teori pilihan sosial berfokus pada hubungan antara nilai individu dan pilihan kolektif. Jika ada perbedaan pendapat, maka masalah yang harus dipikirkan adalah menemukan metode untuk mencari titik temu dengan tujuan untuk menyatukan pendapat yang berbeda dalam sebuah keputusan yang menjadi perhatian semua orang.
Menurut Deniey pemikiran tentang ukuran kemiskinan baru yang dikemukakan Sen yang mendasari indeks kemiskinan, indeks pembangunan manusia, dan indeks kemiskinan manusia.
Baca Juga:
Universitas Paramadina Dorong Literasi Investasi Reksa Dana di Kalangan Mahasiswa
Konsep poverty indeks, sering digunakan dalam dunia akademik untuk menghitung garis kemiskinan yang dikenal dengan indeks kemiskinan Sen-Shorrocks-Thon.
"Sayangnya, anak perempuan dianggap sangat rentan sehingga terjadinya ketidaksetaraan layanan kesehatan yang didapatkan, nutrisi buruk pada anak perempuan, dan kelalaian sosial, hal ini terjadi di wilayah asia khususnya Tiongkok, India, Afrika Utara, dan Asia Barat." Jelasnya.
Konsep tersebut menurutnya berkembang dan dikenal konsep alternative breadwinners model, didasari oleh pembagian kerja di dalam rumah tangga.