WahanaNews.co.id | Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan menjatuhkan sanksi pada Rusia untuk merespons perintah Presiden Vladimir Putin soal pengerahan tentara ke dua wilayah Umraina bagian timur yang dikuasai separatis pro-Rusia. Pengerahan pasukan diperintahkan usai Putin mengakui kemerdekaan dua wilayah yang memisahkan diri dari Ukraina.
"Kami berencana mengumumkan sanksi-sanksi baru terhadap Rusia besok (22/2) sebagai tanggapan atas keputusan dan tindakan Moskow hari ini. Kami berkoordinasi dengan sekutu dan mitra terkait pengumuman tersebut," ucap juru bicara Gedung Putih pada Senin (21/2) waktu AS, seperti dilansir detikcom dari AFP, Selasa (22/2/2022).
Baca Juga:
Penggunaan Rudal Barat oleh Ukraina Potensi Pembenaran Rusia Gunakan Senjata Nuklir
Penjatuhan sanksi baru ini berbeda dengan langkah yang diambil Presiden Joe Biden dalam menerapkan sanksi terbatas untuk dua wilayah di Donbass, Ukraina bagian timur, yang baru saja diakui kemerdekaannya oleh Putin.
AS dan sekutu-sekutu Barat lainnya mengecam langkah Putin sebagai pelanggaran integritas Ukraina.
Namun seorang pejabat senior AS, yang enggan disebut namanya, sebelumnya menolak menjelaskan apakah perintah pengerahan tentara Rusia sebagai 'penjaga perdamaian' di dua wilayah pecahan Ukraina itu dianggap sebagai invasi, yang bisa memicu sanksi parah dari negara-negara Barat.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
"Kita akan menilai apa yang telah dilakukan Rusia," ucap pejabat senior AS itu kepada wartawan, sembari menekankan bahwa pasukan Rusia telah dikerahkan secara diam-diam ke wilayah-wilayah Ukraina yang dikuasai separatis pro-Rusia selama delapan tahun terakhir.
"Tentara Rusia bergerak ke Donbass tidak akan menjadi langkah baru. Kita akan terus mengupayakan diplomasi hingga tank-tank diluncurkan," imbuhnya.
Kremlin selama berminggu-minggu membantah rencana menyerang Ukraina, namun pada waktu bersamaan terus mengerahkan sejumlah besar tentara dan persenjataan berat ke tiga sisi perbatasan Ukraina.
Dalam pidato pada Senin (21/2) waktu setempat yang menuduh Barat menjadikan Ukraina sebagai pangkalan anti-Rusia, Putin menyatakan dirinya memberikan pengakuan untuk kemerdekaan Donetsk dan Luhansk, dua wilayah di Ukraina bagian timur yang telah memproklamasikan diri sebagai Republik Rakyat Donetsk (DNR) dan Republik Rakyat Luhansk (LNR).
Putin kemudian menugaskan militer Rusia sebagai 'penjaga perdamaian' di kedua wilayah itu, meskipun tidak ada penjelasan soal apa artinya ini dalam hal pergerakan pasukan.
AS dan negara-negara Barat lainnya memperingatkan bahwa invasi skala penuh ke Ukraina akan memicu sanksi ekonomi yang melumpuhkan Rusia.
Dalam respons awal, Biden menandatangani perintah eksekutif untuk 'melarang investasi baru, perdagangan dan pendanaan oleh orang-orang AS kepada, dari, atau di wilayah Ukraina yang disebut DNR dan LNR'.
Sekretaris Pers Gedung Putih, Jen Psaki, menyebut perintah eksekutif itu akan 'memberikan wewenang untuk menjatuhkan sanksi terhadap siapapun yang dianggap beroperasi di dalam wilayah-wilayah Ukraina yang dimaksud'. Psaki menegaskan bahwa langkah ini terpisah dengan sanksi yang akan dijatuhkan Barat secara luas jika 'Rusia menginvasi Ukraina lebih lanjut'.
Diketahui bahwa dua wilayah Ukraina yang memproklamasikan diri itu memiliki hubungan yang sangat terbatas dengan warga AS.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Antony Blinken, mengecam pengakuan yang diberikan Rusia itu menjadi pertanda bahwa Putin tidak tertarik pada diplomasi.
Dalam pernyataannya, Blinken menyebut bahwa mengakui kemerdekaan wilayah pecahan Ukraina 'secara langsung bertentangan dengan komitmen untuk diplomasi seperti yang diklaim Rusia, dan merupakan serangan yang jelas terhadap kedaulatan Ukraina'. [JP]