WahanaNews.co.id | Eropa akan mempertimbangkan lagi untuk bergabung dengan sejumlah pihak dalam gerakan embargo minyak Rusia yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS). Embargo ini merupakan cara baru dari AS untuk menghukum Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dalam sebuah rapat hari Senin (21/3) kemarin, para pemimpin di Uni Eropa membahas apakah akan menghukum salah satu pemasok minyak terbesar seperti itu atau tidak.
Baca Juga:
Kemendag Ajak Eksportir Melek Kebijakan Karbon di Negara Tujuan Ekspor
Sebelumnya, Eropa sudah berkomitmen untuk berhenti menerima pasokan gas alam dari Rusia sebanyak 66% pada tahun ini.
"Kami harus mendiskusikan bagaimana kami dapat mendukung Ukraina lebih jauh, secara politik, ekonomi, dengan bantuan kemanusiaan, keamanan, semuanya ada di atas meja. Jadi kami dapat memastikan bahwa kami akan melakukan apa yang kami bisa untuk menghentikan Putin dan agresinya terhadap Ukraina," kata Menteri Luar Negeri Denmark Jeppe Kofod, dikutip detikcom dari CNN, Selasa (22/3/2022).
Meskipun Rusia diterjang banyak sanksi terhadap keuangannya dan embargo yang diumumkan oleh AS dan Inggris, Ia masih tetap menghasilkan ratusan juta dolar per hari dari ekspor komoditas energinya.
Baca Juga:
Uni Eropa Berlakukan Tarif Tinggi Mobil Listrik Buatan China
Negara-negara Uni Eropa lainnya mendukung sanksi yang akan diberikan terhadap aset paling berharganya Rusia yakni minyak.
"Saya pikir tidak dapat dihindari untuk mulai berbicara tentang sektor energi. Dan kita pasti dapat berbicara tentang minyak, karena itu adalah pendapatan terbesar bagi anggaran Rusia," kata Menteri Luar Negeri Lituania Gabrielius Landsbergis.
"Melihat sejauh mana kehancuran di Ukraina saat ini, sangat sulit - menurut saya - untuk membuat kasus bahwa kita tidak boleh pindah ke sektor energi, khususnya minyak dan batu bara, dalam hal mengganggu perdagangan normal di sektor itu. luar angkasa," kata Menteri Luar Negeri Irlandia Simon Coveney.