WahanaNews.co.id | Segalanya terlihat ala kadarnya di sini. Rumah-rumah warga terbuat dari lembaran plastik dan seng. Air didatangkan dari luar dan listrik diproduksi lewat panel surya, yang disimpan di dalam baterai mobil.
Selama lebih dari empat dekade, warga Masafer Yatta sudah menunggu kepastian hukum. Dan sejak Jumat (6/5) silam, mereka secara resmi diusir dari rumah sendiri.
Baca Juga:
Selain Palestina, Ini Daftar 6 Negara yang Tak Diakui Oleh PBB
Hal ini membuat linglung Issa Abu Eram, warga Palestina yang dilahirkan di sebuah gua di Masafer Yatta, 48 tahun lalu.
Larangan pembangunan oleh Israel memaksa warga hidup di gua atau bedeng plastik. Keluarga Abu Eram hidup dengan beternak kambing dan mengolah susunya untuk dijadikan yoghurt.
Putusan Mahkamah Agung Israel kini mengaburkan masa depan anak-anaknya. Putra tertuanya kini sedang belajar di sebuah sekolah darurat di Jinba, sebuah klaster pemukiman di dalam desa.
Baca Juga:
Israel Makin Leluasa, Kini Bombardir Masjid dan Sekolah Malaysia di Gaza
"Dia belum pernah hidup di tempat lain kecuali Jinba. Bagaimana Anda bisa meyakinkan dia untuk hidup di tempat lain?" tukasnya.
Tepi Barat Yordan diduduki militer Israel sejak hampir 55 tahun. Masafer Yatta termasuk 60 persen wilayah di Tepi Barat yang berada langsung di bawah otoritas Israel. Area ini sejak lama sudah diincar pemukim Yahudi. Mereka membangun pos di sekitar kawasan yang meski ilegal, tetapi dilindungi militer Israel.
Akhir tahun lalu, lusinan pemukim Yahudi menyerang sebuah desa di dekat Masafer Yatta. Akibatnya seorang bocah berusia empat tahun mengalami luka di kepala akibat lemparan batu. Bagi kebanyakan warga desa, putusan itu justru memperkuat semangat untuk bertahan.
"Saya tidak punya alternatif lain dan mereka tidak bisa mengusir saya," kata Khalid al-Jabarin, seorang petani lokal. "Seluruh aparat pemerintah Israel tidak bisa memindahkan saya. Kami tidak akan pergi. Kami tidak akan keluar dari sini karena kami adalah penghuni tanah ini," imbuhnya.
Dia mengaku tidak memahami motivasi pemukim Yahudi yang sebagian bahkan datang dari luar negeri, "Kenapa mereka membawa penghuni baru dari Afrika Selatan untuk hidup di pegunungan, di tanah kami, dan menggantikan kami, menggusur kami, kenapa?"
Keputusan simbolis di hari penentuan
Keputusan Mahkamah Agung menggusur Desa Masafer Yatta diambil pada malam menjelang peringatan Hari Nakba, ketika Palestina meratapi pengusiran, yang juga dirayakan sebagai Hari Kemerdekaan Israel, Jumat (6/5) silam.
Tidak terlewatkan pula oleh media Israel, betapa putusan itu ikut dibuat oleh David Mintz, hakim asal Dolev, sebuah pemukiman ilegal Yahudi di Tepi Barat Yordan yang diduduki Israel sejak 1967.
Putusan Mahkamah Agung sekaligus mengakhiri perjuangan penduduk Palestina selama lebih dari dua dekade. Pengadilan mendukung keputusan militer Israel pada 1981 untuk menetapkan Desa Masafer Yatta sebagai kawasan latihan tembak.
Majelis hakim berdalih, kawasan itu hanya digunakan sebagai area gembala dan bahwa penduduk sudah ditawarkan kompromi serta akses ke lokasi.
Otoritas Palestina terutama mengritik momentum putusan yang diumumkan di tengah hari libur nasional. Nabil Abu Rdneh, juru bicara Presiden Mahmoud Abbas, mengatakan perintah penggusuran "menambah daftar panjang pengusiran paksa dan pembersihan etnis, yang melanggar hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB," kata dia.
Pemerintah di Ramallah mengatakan putusan itu akan menghilangkan hak hidup bagi warga di 12 pemukiman di Masafer Yatta berpenduduk 4.000 orang. Kebanyakan merupakan warga Arab Badui yang hidup dari beternak dan bercocok tanam.
Pada saat yang sama, Kementerian Dalam Negeri Israel mengumumkan akan mempercepat rencana pembangunan 4.000 rumah baru bagi warga Yahudi di Tepi Barat. [JP]