WahanaNews.co.id | Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan negaranya bersedia menjadi netral dan merundingkan status wilayah Donbass sebagai bagian dari kesepakatan damai. Namun, kepala intelijen Ukraina menuduh Rusia ingin memecah wilayah negara itu menjadi dua seperti Korea.
Seperti dilansir detikcom dari Reuters, Senin (28/3/2022), Zelensky saat berbicara kepada para jurnalis Rusia via panggilan video, mengatakan bahwa kesepakatan apapun harus dijamin oleh pihak ketiga dan diajukan untuk referendum.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
"Jaminan keamanan dan netralitas, status non-nuklir negara kami. Kami siap untuk melakukannya," ucap Zelensky dalam bahasa Rusia.
Secara terpisah, kepala intelijen militer Ukraina Brigadir Jenderal Kyrylo Budanov mengungkapkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin berniat merebut wilayah timur Ukraina. Bahkan, sebutnya, Putin ingin memecah wilayah Ukraina menjadi dua seperti Korea Utara dan Korea Selatan.
"Ada alasan untuk meyakini bahwa dia mempertimbangkan skenario 'Korea' untuk Ukraina. Artinya, (pasukan Rusia) akan mencoba untuk memaksakan garis pemisah antara wilayah yang tidak diduduki dan yang diduduki di negara kita," ujar Budanov seperti dilansir CNN.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
"Faktanya, ini adalah upaya untuk menciptakan Korea Utara dan Korea Selatan di Ukraina," sebutnya, merujuk pada pembagian Korea setelah Perang Dunia II.
Budanov menyebut bahwa operasi pasukan Rusia di sekitar Kiev telah gagal dan sekarang tidak mungkin bagi pasukan Rusia untuk menggulingkan pemerintah Ukraina. Menurut Budanov, Putin sekarang akan fokus pada wilayah selatan dan timur Ukraina.
Setelah lebih dari empat pekan perang berlangsung, Rusia gagal merebut kota besar Ukraina dan mengisyaratkan penurunan target dengan kini fokus pada 'pembebasan' wilayah Donbass, di mana separatis pro-Rusia bertempur melawan militer Ukraina selama delapan tahun terakhir.
Seorang pemimpin lokal di wilayah separatis yang menyebut diri Republik Rakyat Luhansk, pada Minggu (27/3), menyatakan bahwa wilayah itu segera menggelar referendum untuk bergabung dengan Rusia.
Hal itu sama seperti yang terjadi di Crimea setelah dicaplok Rusia tahun 2014 lalu. Pada saat itu, warga Crimea memilih untuk memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung Rusia -- hasil referendum yang ditolak untuk diakui banyak negara.
Kementerian Luar Negeri Ukraina membantah adanya rencana referendum semacam itu di wilayah Ukraina bagian timur. "Semua referendum palsu di wilayah yang diduduki sementara adalah batal dan tidak berlaku dan tidak akan memiliki validitas hukum," tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina, Oleg Nikolenko, kepada Reuters. [JP]