WahanaNews.co.id | Perang di Yaman telah berlangsung tujuh tahun dan belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Ratusan ribu nyawa telah melayang selama perang tak berkesudahan itu.
Dalam laporan yang diterbitkan pada Selasa (23/11) waktu setempat, sebuah badan PBB memperkirakan bahwa perang Yaman bisa merenggut 377.000 nyawa hingga akhir tahun 2021 ini, baik karena dampak langsung perang maupun tidak langsung.
Baca Juga:
RI-AS Kecam Kekerasan Terhadap Warga Sipil yang Berlanjut di Myanmar
Melansir detikcom, Rabu (24/11/2021), badan PBB tersebut menyatakan hampir 60 persen kematian akan disebabkan oleh dampak tidak langsung seperti kekurangan air bersih, kelaparan dan penyakit. Disebutkan bahwa pertempuran secara langsung membunuh lebih dari 150.000 orang.
Sebagian besar dari mereka yang terbunuh oleh dampak tidak langsung perang adalah "anak-anak kecil yang sangat rentan terhadap kekurangan gizi," demikian laporan UN Development Programme (UNDP) atau Program Pembangunan PBB.
"Pada tahun 2021, seorang bocah Yaman di bawah usia lima tahun meninggal setiap sembilan menit karena konflik tersebut," demikian laporan UNDP.
Baca Juga:
KTT Liga Arab dan OKI Sepakati Tekanan Global: Cabut Keanggotaan Israel dari PBB Segera!
Koalisi militer pimpinan Arab Saudi melakukan intervensi di Yaman pada awal 2015 untuk membantu pemerintah Yaman setelah kelompok pemberontak Houthi yang didukung Iran merebut ibu kota Sanaa beberapa bulan sebelumnya.
Pertempuran sejak itu memiliki "efek bencana pada pembangunan bangsa," kata laporan UNDP itu.
UNDP telah memperingatkan di masa lalu bahwa perang di Yaman, yang sudah menjadi negara termiskin di kawasan itu, telah membuat perkembangannya mundur lebih dari dua dekade.
Perang Yaman sering dicap sebagai bencana kemanusiaan terbesar di dunia.
Memproyeksikan dampak dari pertempuran yang berkelanjutan di masa depan, UNDP memperingatkan bahwa 1,3 juta orang secara total bisa meninggal pada tahun 2030.
"Sebagian besar kematian itu akan terjadi karena dampak tingkat kedua yang ditimbulkan krisis pada mata pencaharian, harga pangan, dan memburuknya layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan," kata UNDP dalam laporannya.
UNDP menyatakan, jika perang berhenti sekarang, akan ada "harapan untuk masa depan yang lebih cerah di Yaman" yang dapat mencapai status berpenghasilan menengah pada tahun 2050 mendatang.
Nanun, UNDP menilai bahwa untuk saat ini, situasi di Yaman semakin memburuk. Pertempuran yang meningkat, termasuk gempuran reguler oleh jet tempur dan pesawat tak berawak, telah menghancurkan bahkan infrastruktur paling dasar di beberapa daerah.
Dalam beberapa pekan terakhir pertempuran telah meningkat di beberapa tempat, sebagian besar di dekat kota strategis Marib, benteng besar terakhir pemerintah yang diakui secara internasional di wilayah utara Yaman yang kaya minyak.
Ribuan pemberontak Houthi dan pejuang pro-pemerintah telah tewas dalam pertempuran untuk kota tersebut.
Secara terpisah, badan pengungsi PBB mengatakan "sangat prihatin dengan keselamatan dan keamanan warga sipil di provinsi Marib, Yaman, termasuk lebih dari satu juta orang yang diperkirakan mengungsi".
Menurut juru bicara UNHCR Shabia Mantoo di Jenewa, Swiss, sekitar 40.000 orang terpaksa mengungsi di Marib sejak September.
"Kondisi kesehatan seperti diare akut, malaria dan infeksi saluran pernapasan atas umum terjadi di antara para pengungsi baru," katanya. (JP)