WahanaNews.co.id | Pengerahan tentara Rusia ke wilayah Ukraina bagian timur yang disebut Presiden Vladimir Putin sebagai misi 'menjaga perdamaian' disebut Amerika Serikat (AS) sebagai 'omong kosong'. AS juga menuduh pengakuan Putin atas kemerdekaan dua wilayah pecahan Ukraina sebagai bagian dari dalih untuk perang.
Seperti dilansir detikcom dari Reuters, Selasa (22/2/2022), ketegangan antara Rusia dan negara-negara Barat semakin meningkat usai berminggu-minggu, AS menuduh Rusia mengerahkan lebih dari 150.000 tentara ke dekat perbatasan Ukraina untuk invasi. Rusia menyangkal ingin menginvasi Ukraina dan menuduh Barat histeris.
Baca Juga:
Membongkar Fakta-fakta Menarik Bandara Militer Rusia di Dataran Tinggi Guci, Laos
Putin, pada Senin (21/2) waktu setempat, secara resmi mengakui kemerdekaan dua wilayah yang memisahkan diri dari Ukraina. Kedua wilayah yang dikuasai separatis pro-Rusia itu telah memproklamasikan diri sebagai Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk.
Langkah Putin tersebut jelas-jelas mengabaikan peringatan Barat, yang menyebut langkah semacam itu akan ilegal dan merusak perundingan damai.
Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Linda Thomas-Greenfield, dalam rapat darurat Dewan Keamanan PBB menyatakan bahwa konsekuensi dari tindakan Rusia 'akan mengerikan -- di seluruh Ukraina, seluruh Eropa, dan seluruh dunia'.
Baca Juga:
Luhut: Impor Minyak dari Rusia? Kenapa Tidak, jika Menguntungkan!
"Presiden Putin telah mencabik-cabik Perjanjian Minsk. Kami telah memperjelas bahwa kami tidak meyakini dia akan berhenti pada itu," cetus Thomas-Greenfield, merujuk pada perjanjian tahun 2014 dan 2015 yang bertujuan mengakhiri konflik antara militer Ukraina dan separatis pro-Rusia di Ukraina bagian timur.
Usai mengakui dua wilayah pecahan Ukraina, Putin juga memerintahkan pengerahan pasukan Rusia ke dua wilayah Ukraina bagian timur itu dalam misi 'menjaga perdamaian'. Thomas-Greenfield menyebutnya sebagai 'omong kosong'.
"Dia (Putin-red) telah mengumumkan bahwa dia akan menempatkan tentara Rusia di wilayah-wilayah ini. Dia menyebut mereka penjaga perdamaian," ucapnya seperti dilansir The Hill.
"Ini omong kosong. Kami tahu siapa mereka sebenarnya," tegas Thomas-Greenfield dalam pernyataannya.
"Dengan melakukan hal tersebut, dia telah memberikan pilihan kepada dunia. Kita harus menghadapinya, dan kita tidak boleh berpaling. Sejarah memberitahu kita bahwa melihat ke arah lain, dalam menghadapi permusuhan seperti ini, akan menjadi jalan yang jauh lebih merugikan," imbuhnya.
Rapat mendadak Dewan Keamanan PBB ini digelar atas permintaan Ukraina, AS dan enam negara lainnya. Dubes Ukraina untuk PBB, Sergiy Kyslytsya, menyebut tindakan Putin itu jelas melanggar Piagam PBB dan resolusi Sidang Majelis Umum PBB tahun 2014.
Ini menjadi rapat ketiga yang digelar Dewan Keamanan PBB dalam beberapa pekan terakhir. Lembaga ini telah menggelar puluhan pertemuan untuk membahas krisis Ukraina sejak Rusia mencaplok Crimea tahun 2014. Namun Dewan Keamanan PBB tidak bisa bertindak karena Rusia memiliki hak veto sebagai anggota permanen.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, meyakini Rusia telah melanggar integritas dan kedaulatan wilayah Ukraina dengan keputusannya mengakui dua wilayah yang memisahkan diri sebagai entitas independen.
Kepala urusan politik PBB, Rosemary DiCarlo, menuturkan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa pihaknya menyesalkan perintah Putin mengerahkan pasukan Rusia ke wilayah Ukraina bagian timur untuk tujuan yang disebut sebagai 'misi menjaga perdamaian'. [JP]