WahanaNews.co.id | Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya merevisi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2022 menjadi 5,1%.
Keputusan itu tentu disambut riang oleh kaum buruh dan kaum pekerja. Bagaimana tidak, para buruh sudah melakukan aksi berkali-kali demi menolak keputusan kenaikan upah sebelumnya yang dianggap besarannya lebih rendah dari sewa toilet.
Baca Juga:
Survey LSJ: Elektabilitas Ridwan Kamil Tertinggi Sebagai Bacalon Gubernur Jakarta
Untuk mengingatkan kembali, berikut perjalanan polemik kenaikan UMP 2022:
Polemik ini bermula ketika pemerintah hendak memutuskan kenaikan rata-rata UMP 2022. Sejak masih berupa penggodokan, buruh sudah bersuara lantang menolak penghitungan kenaikan upah minimum menggunakan metode yang ada dalam aturan turunan UU Cipta Kerja.
Pemerintah pun akhirnya mengeluarkan penghitungan bahwa rata-rata kenaikan UMP 2022 sebesar 1,09%. Angka itu keluar berdasarkan perhitungan dari data-data ekonomi yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Baca Juga:
Seno Kusumoarjo dan FX Hadi Rudyatmo Kecewa dengan Sikap Politik Jokowi
Mendengar hasil perhitungan itu, kaum pekerja atau buruh tentu menolak. Sebelumnya mereka menuntut kenaikan UMP 2022 sebesar 10%.
Aksi massa buruh digelar di berbagai tempat, salah satunya di Jakarta. Ribuan buruh berkali-kali menggeruduk kantor Anies untuk menyuarakan permintaannya. Mereka meminta Anies memutuskan untuk menaikkan UMP DKI Jakarta 4-5%. Anies sebelumnya menetapkan UMP DKI Jakarta 2022 sebesar Rp 4.453.935, naik Rp 37.749.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal kenaikan UMP DKI Jakarta jika dibagi 30 hari maka lebih kecil dari biaya sewa toilet umum di Jakarta yang tarifnya Rp 2.000 sekali masuk.