Dengan demikian sertifikasi halal merupakan ketentuan hukum yang mengikat yang harus ditaati dan dipatuhi oleh semua pihak yang terkait dengan jaminan halal termasuk utamanya para pelaku usaha atau industri.
Pada Tahun 2021, Presiden Joko Widodo telah menargetkan Indonesia menjadi pusat industri halal di tahun 2024.
Baca Juga:
Kapolda Gelar Halal Bihalal di Momen Idul Fitri Bersama Personel Polda Sulteng
Untuk dapat mencapai target tersebut maka seluruh stake holders dalam ekosistem halal harus dibenahi dan dipersiapkan.
Salah satu aspek yang harus didorong untuk mewujudkan ekosistem halal tersebut adalah percepatan sertifikasi halal bagi pelaku usaha/industri, termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang menurut data Kementerian Koperasi dan UKM di tahun 2019 saja jumlahnya mencapai 65,47 juta unit usaha.
Kewajiban seritifikasi halal bagi pelaku industri, khususnya bagi industri UMKM akan menjadi problematika tersendiri yang tidak mudah. Hal ini terkait kharakteristik UMKM yang pada umumnya mempunyai banayak keterbatasan dalam hal finansial, manajemen, SDM dan kemampuan dalam beradaptasi dengan tantangan-tantangan baru di dunia bisnis.
Baca Juga:
Uji Makanan dan Minuman: Perlindungan Konsumen Saat Bulan Ramadhan
Bagi Muhammadiyah kewajiban dalam sertifikasi halal ini sebagai bentuk tantangan sekaligus ajang untuk berdakwah dalam koridor amar ma’ruf dan nahi munkar ( QS.3 : 104).
Dari sudut pandang ajaran Islam, perintah mengkonsumsi produk yang halal dan thayyib sudah tegas diperintahkan Allah SWT dalam Al Qur’an antara lain QS.2 : 168 dan 172.
Kemudian dari segi aturan kenegaraan, sertifikasi halal ini diatur dengan peraturan perundang-undangan. Dengan pemahaman syar’i dan kewajiban konstitusional, Muhammadiyah sejak tahun 2018 telah mengambil langkah-langkah proaktif dengan membentuk Lembaga Pemeriksa dan Kajian Halalan Thayyiban (LPHKHT) Muhammadiyah sebagai salah satu stakeholder utama dalam ekosistem halal di Indonesia.