WahanaNews.co.id, Jakarta - Universitas Paramadina bekerjasama dengan DPP HIPPI (Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia) menyelenggarakan Diskusi Ekonomi Bisnis dengan tema "Nasib Usaha Kecil dilibas Social Commerce", Senin (16/10/2023).
Diskusi yang diselenggarakan secara daring dan dimoderatori oleh Nurliya Apriyana, MM ini diikuti oleh peserta pengusaha, kalangan umum, mahasiswa dan dosen.
Baca Juga:
Kredit UMKM Tanpa Jaminan dan Bunga di Kukar Jadi Rujukan Daerah
Dalam pengantarnya Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini menyampaikan bahwa seharusnya dengan kemajuan teknologi saat ini dapat memberikan manfaat sebesarnya, tetapi faktanya yang terjadi saat ini malah sebaliknya.
"Berbagai kesempatan harus terus diberikan kepada semua golongan terutama golongan menengah dengan tujuan untuk menjadi koperasi seperti yang terjadi pada aplikasi transportasi online." Katanya.
Dr. Suryani S. F. Motik Ketua Umum HIPPI menyampaikan bahwa tujuan pemerintah melarang adanya social commerce ini atas dasar isu pasar tanah abang, pasar glodok yang kian sepi.
Baca Juga:
Gawat! Korban PHK di Indonesia Tembus 64 Ribu, 3 Sektor Utama Paling Terdampak
"Apakah ada isu lain yang diangkat, seperti pajak?" tanya Suryani.
Suryani melihat posisi pemerintah sudah seharusnya membuat produk lokal indonesia dapat bersaing di pasar, tentunya posisi pemerintah dalam membuat regulasi yang sangat diperlukan untuk mengatur langkah pasti yang akan diberikan kedepannya.
Adrian Wijanarko, MM Kaprodi Manajemen Universitas Paramadina dalam paparannya menyatakan bahwa sebenarnya social commerce tak hanya Tiktok shop saja, tetapi ada Instagram shop, Facebook shop juga. Lalu muncullah banyak pertanyaan mengapa Tiktok shop lebih banyak peminatnya dan lebih terlihat menarik?