WahanaNews.co.id | Terkait praktik pelanggaran HAM oleh China terhadap minoritas Muslim Uighur, pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menjatuhkan sanksi-sanksi baru terhadap sejumlah perusahaan dan entitas pemerintahan China atas tindakannya di wilayah Xinjiang.
Seperti dilansir detikcom, Jumat (17/12/2021), sanksi terbaru yang dijatuhkan oleh Departemen Perdagangan AS ini menargetkan Akademi Ilmu Medis Militer China dan 11 institut penelitian China yang fokus menggunakan bioteknologi untuk mendukung militer China.
Baca Juga:
Tambang Emas di Xinjiang Longsor, 18 Orang Terperangkap di Bawah Tanah
Penjatuhan sanksi ini akan melarang perusahaan-perusahaan AS untuk menjual komponen-komponen kepada entitas-entitas tersebut tanpa izin resmi.
"Upaya secara ilmiah untuk inovasi bioteknologi dan medis bisa menyelamatkan nyawa. Namun disayangkan, RRC (Republik Rakyat China) memilih untuk menggunakan teknologi-teknologi ini untuk mengupayakan kontrol atas rakyatnya dan penindasan anggota kelompok minoritas etnis dan keagamaan," ucap Menteri Perdagangan AS, Gina Raimondo, dalam pernyataannya.
"Kita tidak bisa membiarkan komoditas, teknologi dan software AS yang mendukung inovasi ilmiah medis dan bioteknis dialihkan ke penggunaan yang bertentangan dengan keamanan nasional AS," imbuh Raimondo.
Baca Juga:
Tambang Emas di Xinjiang Longsor, 18 Orang Terperangkap
Menurut seorang pejabat pemerintahan senior AS yang enggan disebut namanya, Departemen Keuangan AS juga menjatuhkan hukuman terhadap sejumlah entitas China.
Pejabat itu menekankan bahwa intelijen AS telah menetapkan bahwa otoritas China menggunakan sistem pengawasan teknologi canggih di seluruh wilayah Xinjiang yang menggunakan pengenalan wajah biometrik. Disebutkan juga bahwa otoritas China telah mengumpulkan sampel-sampel DNA dari seluruh warga, yang berusia 12-65 tahun, di Xinjiang sebagai bagian dari upaya sistematis untuk menindas Uighur.
Menurut Departemen Perdagangan AS, kajian banyak badan federal menetapkan bahwa akademi dan institut penelitian di China 'menggunakan proses bioteknologi untuk mendukung militer China dalam mengakhiri penggunaan dan mengakhiri para pengguna, termasuk mencakup senjata yang diklaim mengendalikan otak'.