WahanaNews.co.id | Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali berbicara via telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di tengah perang yang berlangsung di Ukraina.
Dalam percakapan telepon itu, Erdogan menekankan kepada Putin soal perlunya gencatan senjata dan kondisi kemanusiaan yang lebih baik.
Baca Juga:
Turki Bekuk 34 Mata-mata Israel yang Incar Warga Palestina
Seperti dilansir detikcom dari Reuters, Senin (28/3/2022), percakapan telepon antara Erdogan dan Putin itu digelar pada Minggu (27/3) waktu setempat
"Erdogan menekankan pentingnya gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina, penerapan perdamaian dan peningkatan kondisi kemanusiaan di kawasan," demikian pernyataan kantor kepresidenan Turki merujuk pada konteks pembicaraan via telepon itu.
Disebutkan juga bahwa dalam percakapan telepon itu, kedua kepala negara menyepakati pembicaraan selanjutnya untuk upaya perdamaian antara Rusia dan Ukraina akan digelar di Istanbul, Turki.
Baca Juga:
Erdogan Rencanakan Pembicaraan dengan Putin untuk Pulihkan Perjanjian Laut Hitam
"Setuju bahwa pertemuan berikutnya dari delegasi Rusia dan Ukraina akan diadakan di Istanbul," kata Direktorat Komunikasi Kepresidenan Turki.
Dalam pernyataan terpisah, negosiator Ukraina, David Arakhamia menuturkan tahap selanjutnya untuk pembicaraan langsung antara Rusia dan Ukraina akan digelar antara 28-30 Maret di Turki.
Turki yang menjalin hubungan dengan Rusia dan Ukraina ini menempatkan diri sebagai penengah konflik. Sebelumnya pada pertengahan Maret ini, Putin telah menelepon Erdogan untuk membeberkan tuntutan Rusia agar perjanjian damai bisa tercapai dengan Ukraina.
Seperti dilansir BBC, Jumat (18/3/2022), percakapan telepon antara Putin dan Erdogan itu dilakukan pada Kamis (17/3) waktu setempat. Setengah jam sebelum percakapan telepon berakhir, penasihat terkemuka dan juru bicara Erdogan, Ibrahim Kalin, mengungkapkan apa saja yang menjadi tuntutan Putin dan Rusia.
Disebutkan Kalin bahwa tuntutan Rusia terbagi ke dalam dua kategori. Kategori pertama terdiri atas empat tuntutan, yang menurut Kalin, tidak terlalu sulit untuk dipenuhi oleh Ukraina.
Yang terutama adalah penerimaan oleh Ukraina bahwa negara itu haruslah netral dan tidak bergabung aliansi NATO. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah mengakui hal ini.
Baru-baru ini, Erdogan menegaskan negaranya tidak akan bergabung dengan Amerika Serikat (AS) maupun Uni Eropa dalam menjatuhkan sanksi terhadap Rusia terkait invasinya ke Ukraina. Erdogan menyatakan tidak bisa membiarkan rakyat Turki kedinginan tanpa pasokan gas Rusia.
Seperti dilansir surat kabar Turki, Hurriyet Daily News dan kantor berita Rusia, TASS News Agency, Sabtu (26/3), Erdogan menekankan bahwa Turki hanya akan bergabung dengan sanksi-sanksi yang dipimpin oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Dijelaskan Erdogan bahwa Turki mendapatkan separuh pasokan gas alam dari Rusia dan tengah bekerja sama dengan Rusia dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir pertama di negara tersebut. [JP]