WahanaNews.co.id | Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan Rusia sedang merencanakan perang terbesar sejak 1945 di Eropa. Hal itu disampaikan Johson kepada BBC dalam sebuah wawancara.
"Intelijen menunjukkan Rusia bermaksud meluncurkan invasi yang akan mengepung ibukota Ukraina, Kiev," kata Johnson, seperti dilansir detikcom dari BBC, Minggu (20/2/2022)
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Menurut perkiraan terkini pemerintah Amerika Serikat (AS), ada sekitar 169.000-190.000 tentara Rusia yang saat ini ditempatkan di sepanjang perbatasan Ukraina, baik di Rusia dan tetangga Belarusia - di mana angka ini juga termasuk para pemberontak di Ukraina timur.
Johnson juga mengindikasikan negaranya akan memberikan sanksi yang lebih luas terhadap Rusia daripada yang telah diumumkan sebelumnya.
Dia mengatakan Inggris dan AS akan menghentikan perusahaan-perusahaan Rusia "berdagang dalam pound dan dolar" - sebuah langkah yang dikatakan akan membuat Rusia "sangat terpukul" dengan dampaknya.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Pemerintah Inggris telah lama dituduh menutup mata terhadap aliran uang Rusia yang menguntungkan melalui London, beberapa di antaranya telah berakhir di pundi-pundi konservatif meskipun partai Johnson mengatakan semua sumbangannya legal.
Surat kabar Sunday Times melaporkan daftar pendonor partai elit yang katanya memiliki akses istimewa ke pemerintahan Johnson, termasuk Lubov Chernukhin, yang menikah dengan mantan wakil menteri keuangan Putin, Vladimir Chernukhin.
Di tengah tuduhan bahwa rezim Putin memiliki kekayaan besar yang disembunyikan di luar negeri, undang-undang Inggris tentang kepemilikan perusahaan dan properti juga telah lama menguntungkan investor yang ingin merahasiakan keterlibatan mereka.
Tetapi Johnson mengatakan pada hari Sabtu (19/2) bahwa Inggris bermaksud untuk "membuka boneka Matryoshka dari perusahaan milik Rusia dan entitas milik Rusia, untuk menemukan penerima manfaat utama di dalamnya".
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Liz Truss mengatakan kepada surat kabar Mail On Sunday bahwa kecuali jika Rusia dihentikan di Ukraina, Putin akan "memutar waktu kembali ke pertengahan 1990-an atau bahkan sebelum itu" dengan kemungkinan mencaplok Negara Baltik dan Balkan Barat.
Negara-negara Barat telah memperingatkan dalam beberapa pekan terakhir bahwa Rusia dapat bersiap untuk menyerang Ukraina kapan saja. Namun peringatan itu dibantah Rusia di mana pihaknya mengaku sedang melakukan latihan militer di wilayah tersebut.
Ditanya apakah invasi Rusia masih dianggap akan segera terjadi, Johnson berkata: "Faktanya semua tandanya menunjukkan rencana itu dalam beberapa hal telah dimulai."
Dia juga mengutip perkataan Presiden AS Joe Biden kepada para pemimpin intelijen Barat terkait rencana invasi. Pasukan Rusia disebut tidak hanya berencana memasuki Ukraina dari timur, melalui Donbas, tetapi juga akan turun dari Belarusia dan daerah sekitar Kiev.
"Saya takut untuk mengatakan bahwa rencana yang kita lihat adalah untuk sesuatu yang bisa menjadi perang terbesar di Eropa sejak 1945," kata Johnson.
"Orang-orang tidak hanya perlu mempertimbangkan potensi hilangnya nyawa orang Ukraina, tetapi juga "orang muda Rusia", tambahnya.
Hal tersebut diungkapkan Johnson setelah bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Dalam pidatonya, Johson mengatakan bahwa setiap invasi ke Ukraina oleh Rusia akan "bergema di seluruh dunia". [JP]