WahanaNews.co.id | Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN setelah bahasa Inggris. Ia beralasan, pengusulannya lantaran bahasa Melayu dituturkan 300 juta penduduk ASEAN dari Indonesia hingga Kamboja.
"Malaysia akan mengadakan perbincangan dengan pemimpin ASEAN untuk mencadangkan penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN dalam usaha memartabatkan bahasa ibunda ke peringkat antarbangsa," kata Ismail Sabri Yaakob dalam akun Facebook-nya, Rabu (23/3/2022) pukul 11.47 waktu setempat.
Baca Juga:
PM Malaysia Isyaratkan Gelar Pemilu
Bahasa Melayu merupakan bahasa ketujuh terbesar di dunia. Indonesia termasuk penutur bahasa Melayu.
"Indonesia, Brunei, Singapura, Thailand selatan, Filipina selatan, serta sebagian dari Kamboja turut menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Jadi tidak ada alasan, kami tidak bisa menjadikan bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa resmi ASEAN," ucap Ismail seperti dilansir dari detikcom, Jumat (25/3/2022),
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek Prof. Endang Aminudin Aziz, M.A., Ph.D. mengatakan, pengusulan bahasa ini bukan hal baru yang diusahakan Malaysia.
Baca Juga:
Sah, Politikus Kutu Loncat Bakal Kena Sikat
Aminudin mengatakan, penggunaan bahasa Indonesia-Melayu di sisi lain sudah disepakati di sidang parlemen ASEAN.
"Sebelumnya di sidang parlemen ASEAN, sudah disepakati pengunaan bahasa Indonesia-Melayu karena Indonesia tidak mau menggunakan istilah bahasa Melayu dan Malaysia tidak mau menggunakan istilah bahasa Indonesia. Jadi disebutlah bahasa Indonesia-Melayu sebagai bahasa pengantar kedua sidang ASEAN," kata Aminudin pada detikEdu, Kamis (24/3/2022).
"Ini artinya, bahasa itu akan digunakan di persidangan dan akan ada kewajiban bagi penyelenggaraan sidang untuk menyediakan penerjemah, tentu saja," imbuhnya.
Menurut Aminudin, jika bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua ASEAN, secara politis akan baik bagi Indonesia. Sebab, bahasa menjadi identitas sebuah kelompok seperti halnya ASEAN
Ia menambahkan, bahasa Indonesia juga akan bisa menjadi salah satu tuntutan.
"Jadi kalau orang mau berkiprah dalam dunia ASEAN, harus belajar dan mengerti bahasa Indonesia. Jadi ada keuntungan seperti itu, bahasa kita dipelajari oleh orang lain," jelasnya.
Menjadi bahasa kedua ASEAN menurut Aminudin juga merupakan usaha untuk mempertahankan keberadaan bahasa tersebut dari kepunahan, di samping jadi kebanggaan (pride) bangsa ketika digunakan bangsa lain.
Membawa Bahasa Indonesia di ASEAN
Aminuddin membenarkan bahwa potensi bahasa Indonesia jadi bahasa kedua ASEAN juga tidak kecil.
"Sekarang juga faktanya, orang di Thailand dan Kamboja juga belajar bahasa Indonesia. Kami di Badan Bahasa mengirimkan guru ke wilayah-wilayah di Kamboja, Thailand, dan Vietnam, jadi mereka tidak belajar bahasa Melayu, begitu ya," katanya.
Ia mengatakan, tugas pejabat Indonesia kini untuk menggunakan bahasa indonesia di forum-forum resmi itu.
"Tinggal sekarang kemauan politis dan kegigihan dari para pelaku diplomasi di lembaga internasional itu, misalnya di ASEAN, ya. Ini harus jadi agenda bersama, kan sudah ada undang-undang kebahasaan, sudah ada Peraturan Pemerintah 57, sudah ada Perpres, nah ini mengatur pejabat negara berkewajiban menggunakan bahasa Indonesia dalam forum-forum seperti itu," tuturnya.
Ia mengatakan, diplomat Indonesia sebelumnya juga sudah mengupayakan lewat lobi dan penggunaan bahasa Indonesia. Di sisi lain, ia mengakui upaya ini butuh perjuangan berat.
"Karena sebagian besar pejabat kita itu sudah terbiasa mengunakan bahasa asing karena kefasihannya sehingga merasa tidak perlu menggunakan bahasa Indonesia, daripada susah-susah dua kali dan ada penerjemah," tuturnya.
"Nah ini sebetulnya menurut undang-undang sendiri dimungkinkan dan diperbolehkan, jadi kebanggan kita kalau kita itu melakukan diplomasi dalam bahasa Undonesia dan itu sah-sah saja, tidak ada halangan. Dan itu harus jadi agenda bersama dari pemerintah sendiri," imbuhnya.
Aminudin mengaku sebelumnya pernah mengusulkan bahasa Indonesia menjadi lingua franca plus melalui jalur bisnis. Ia mengatakan, pihaknya kini sedang lakukan penjajakan pada para eksportir agar mencantumkan bahasa Indonesia pada produk ekspor di samping bahasa asingnya.
"Kita kalah dengan Thailand dan Vietnam yang melabeli petunjuk dalam produknya, apakah pasta gigi atau mie instan, mereka cantumkan bahasa mereka sendiri. Nah kita kalau produk ekspor, kita jarang melabeli bahasa Indonesia," katanya.
"Padahal bisa kita lengkapi dengan bahasa Indonesia, lalu kita tambahkan petunjuk bahasa Inggrisnya atau bahasa Arab atau bahasa lain sesuai tujuan negaranya," imbuh Aminudin.
Upaya lainnya, sambung Aminudin, juga dilakukan lewat pembuatan film, karya seni, pagelaran, hingga penggunaan bahasa Indonesia oleh atase pendidikan dan kebudayaan serta kedutaan agar orang 'terpaksa' memahami bahasa Indonesia.
Ia mencontohkan pengalamannya saat 4 tahun menjadi Atase Pendidikan dan Kebudayaan di London, Inggris. Saat itu, ia menggunakan media pagelaran wayang, angklung, gamelan, itu sebagai media mengajarkan bahasa Indonesia.
"Anak-anak dan masyarakat umum, juga di sekolah, tertarik belajar itu tetapi saya katakan, ini harus pakai bahasa Indonesia untuk pembelajarannya, jadi belajar bahasa Indonesia sambil belajar angklung. Jadi terintegrasi pembelajarannya," tuturnya. [JP]