WahanaNews.co.id | Presiden Rusia Vladimir Putin mewajibkan negara-negara yang dianggapnya tak bersahabat untuk membayar impor gas dengan mata uang Rusia, rubel. Negara-negara di Eropa sendiri sangat bergantung pada pasokan gas dari Rusia.
Dilansir detikcom dari Reuters, Kamis (24/3/2022), Rusia akan mencari pembayaran dalam rubel untuk gas yang dijual ke negara-negara 'tidak ramah'. Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (AS) diketahui telah memberlakukan sanksi berat terhadap Rusia sejak invasi ke Ukraina pada 24 Februari.
Baca Juga:
Aksi Teror Maut di Moskow Tewaskan 40 Orang
Tetapi, Eropa sangat bergantung pada gas Rusia untuk pemanas dan pembangkit listrik. Uni Eropa pun terpecah mengenai apakah akan memberikan sanksi pada sektor energi Rusia atau tidak.
Pesan Putin jelas: Jika Anda menginginkan gas kami, belilah mata uang kami. Namun, masih belum ada penjelasan apakah Rusia memiliki kekuatan untuk secara sepihak mengubah kontrak saat ini yang disepakati dalam euro.
Beberapa harga gas grosir Eropa naik hingga 30% pada hari Rabu. Harga gas grosir Inggris dan Belanda juga melonjak.
Baca Juga:
Unggul 87,32 Persen Suara, Vladimir Putin Jadi Pemimpin Terlama di Rusia Setelah Joseph Stalin
Gas Rusia menyumbang sekitar 40% dari total konsumsi Eropa. Impor gas Uni Eropa dari Rusia tahun ini naik turun antara 200 juta hingga 800 juta euro (USD 880 juta) per hari.
"Rusia akan terus, tentu saja, untuk memasok gas alam sesuai dengan volume dan harga tetap dalam kontrak yang disepakati sebelumnya," kata Putin pada pertemuan yang disiarkan televisi dengan para menteri pemerintah.
"Perubahan hanya akan mempengaruhi mata uang pembayaran, yang akan diubah menjadi rubel Rusia," katanya.
Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck menyebut permintaan Putin sebagai pelanggaran kontrak dan pembeli gas Rusia lainnya menggemakan poin tersebut.
"Ini akan merupakan pelanggaran aturan pembayaran yang termasuk dalam kontrak saat ini," kata sumber senior pemerintah Polandia, menambahkan Polandia tidak berniat menandatangani kontrak baru dengan Gazprom setelah kesepakatan mereka yang ada berakhir pada akhir tahun ini.
Bank-bank besar juga enggan memperdagangkan aset Rusia. Hal itu dianggap semakin memperumit permintaan Putin. [JP]