Lebih lanjut kata Kresna, jaksa juga keliru menuduh Heru Hidayat menikmati uang sebesar Rp 12 triliun lebih.
Dia melihat jaksa tidak pernah membuktikan adanya aliran uang sebesar itu kepada Heru Hidayat.
Baca Juga:
Kasus Jiwasraya, Kejagung Sita Aset Tambang Heru Hidayat
"Bagaimana mungkin Pak Heru menikmati uang sebesar itu kalau tidak ada aliran uangnya," ungkap dia.
JPU, kata dia, juga tidak tepat menuduh adanya kerugian negara sebesar Rp 22 triliun.
Dia menilai penghitungan itu dilakukan oleh ahli BPK yang hanya memperkirakan uang yang keluar dalam investasi Asabri.
Baca Juga:
Kasus Jiwasraya: Lahan Tambang, hingga Aset Pelabuhan Heru Hidayat Disita
Namun, kata dia, BPK tidak menghitung keuntungan atau uang masuk dalam investasi Asabri ini.
Apalagi, kata Kresna, jaksa dan BPK juga mengabaikan fakta sampai saat ini Asabri masih memiliki saham dan unit penyertaan reksadana periode 2012-2019.
Bahkan saham dan reksadana tersebut masih bernilai dan nilainya terus bergerak. "Jadi, jelas dalam perkara ini, Asabri belum menderita kerugian, kalaupun ada penurunan nilai investasi sifatnya masih potensial dan belum nyata sehingga jelas penghitungan kerugian negara tersebut tidak tepat dan keliru," tutur dia.