Hasilnya, di tengah hujan deras Sabtu (4/12) lalu, guguran material vulkanik berdampak sangat masif di beberapa lereng Gunung Semeru. Kejadian ini terlihat dari adanya hujan abu yang disertai awan panas guguran (APG).
Namun sebaliknya, masyarakat cenderung tidak merasakan getaran gempa erupsi Gunung Semeru saat peristiwa ini terjadi.
Baca Juga:
Gunung Semeru Kembali Erupsi, Tinggi Abu 700 Meter
"Saat runtuhan terjadi, sebenarnya juga disertai dengan getaran. Tetapi, magnitudo getarannya kecil, sehingga tidak sampai terasa oleh warga sekitar," ungkap dosen kelahiran 1989 ini.
Meski kecil, getaran ini dapat ditangkap seismograf sebagai seismisitas guguran. Sementara, data seismograf berhasil mendeteksi adanya seismisitas akibat erupsi pada pukul 14.50 WIB dan di hari yang sama dengan amplitudo maksimum 25 mm dan durasi 5.160 detik.
Haris menyebut dari sinilah terindikasi adanya erupsi yang berlangsung pascaterjadinya guguran material vulkanik akibat pengurangan tekanan di lapisan bagian atas Gunung Semeru.
Baca Juga:
Status Gunung Semeru Turun Jadi Level III Siaga, Warga Belum Boleh Mendekat
"Erupsi ini terjadi pada skala kecil, dengan getaran seismisitas tidak terlalu dirasakan warga," tegasnya.
Material tersebut tetap menyimpan panas dengan suhu yang tinggi. Meskipun material runtuhan sebagian besar berasal dari endapan material vulkanik dari erupsi sebelumnya dan bukan material yang baru keluar akibat erupsi besar. (JP)