Namun secara pribadi dirinya memilih untuk tetap memiliki hutan, karena lebih mencerminkan kehidupan ketimbang perkotaan.
Hutan Papua menjadi "paru-paru" terakhir Indonesia.
Baca Juga:
Turun Gunung Dukung Ganjar-Mahfud, Slank Rilis Lagu "Salam M3tal"
Sebuah kewajiban bagi masyarakat Indonesia untuk menyelamatkan hutan-hutan yang tersisa di Sumatera dan Kalimantan, dan menjaga apa yang ada di Papua.
"Maksudnya bukan buat aku sih, buat anak cucu. Enggak fair kalau kita tidak menyisakan hutan kepada mereka untuk mereka pelajari," kata Kaka.
Ia lantas kembali bertanya apakah Indonesia benar-benar sudah tidak berkecukupan menghasilkan pangan dari lahan pertanian dan perkebunan yang sudah ada, sehingga perlu membuka hutan lagi untuk food estate.
Baca Juga:
KLHK Amankan 57 Kontainer Kayu Merbau Ilegal Asal Papua
"Pertanyaannya, memang kurang? Ya itu sih, kalau memang butuh lumbung pangan ya aku pikir ada lokasi lain yang lebih enggak semiris kalau hutan Papua harus 'dikorbanin'," ujar dia.
Sementara Yokbet, atau yang biasa disapa Yoke, mengatakan, sebagai anak Papua baru kali ini melihat lebih jelas dengan mata kepala sendiri kondisi dan persoalan hutan Papua dari udara dengan pesawat yang terbang rendah.
"Perasaannya tuh campuran sebenarnya, lihat hutan lebat belum disentuh sama sekali ada perasaan senang. Tapi ada beberapa masalah yang saya lihat juga secara langsung itu yang membuat saya ni sa po hati macam ta belah sedikit," kata Yoke, merasa hatinya terbelah mengetahui kondisi hutan Papua yang sudah banyak beralih fungsi.