Beralihnya HPH di Papua menjadi perkebunan kelapa sawit justru, menurut dia, menjadi pertanda kebangkrutan hutan di Indonesia sehingga mudah dikonversi.
Karenanya evaluasi perizinan sawit menjadi salah satu hal utama untuk menyelamatkan hutan di Papua, mengingat banyak sekali yang didapat dengan cara tidak baik, dan ada pula yang tidak tergarap dengan baik sehingga menimbulkan kerugian negara yang besar.
Baca Juga:
Turun Gunung Dukung Ganjar-Mahfud, Slank Rilis Lagu "Salam M3tal"
"Moratorium menjadi penting, tapi yang lebih penting bagaimana menjalankan isi dari moratorium itu. Karena isi dari moratorium itu perbaikan tata kelola. Artinya kalau moratorium terus tapi enggak ngapa-ngapain ya sama saja," ujar dia, mengingat hingga kebijakan Moratorium Sawit berakhir hanya pemerintah Provinsi Papua Barat yang melakukan evaluasi perizinan untuk perkebunan sawit.
Maka moratorium sawit hendaknya dilakukan berbasis hasil, bukan waktu.
Sampai evaluasi perizinannya selesai, tata kelola sawit sudah benar, baru moratorium bisa dibuka.
Baca Juga:
KLHK Amankan 57 Kontainer Kayu Merbau Ilegal Asal Papua
Ibarat kata, tidak bisa buka kran sambil perbaiki pipa.
Pastikan dulu pipa tidak bocor kiri dan kanan, baru kran dapat dibuka kembali, sehingga air yang bermanfaat dapat keluar maksimal untuk kebaikan Indonesia. [gab]